PM Suga Tolak Intimidasi di Laut Cina Selatan

PM Suga Tolak Intimidasi di Laut Cina Selatan

CHINA -- Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga membeberkan salah satu alasannya mendahulukan Vietnam dan Indonesia dalam kunjungan perdana. Ia mengatakan, keterlibatan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) sangat penting untuk memastikan kawasan Indo-Pasifik tidak dikuasai pihak tertentu.

"ASEAN terletak di tengah-tengah kawasan Indo-Pasifik dan jadi wilayah kunci yang strategis untuk mewujudkan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka," kata Suga kepada segelintir media termasuk Republika di Jakarta, Rabu (21/10). 

Menurut dia, Jepang telah menunjukkan partisipasi aktif lewat dukungan kepada Pandangan ASEAN untuk Indo-Pasifik yang merupakan hasil prakarsa Indonesia yang ditetapkan tahun lalu. “Dalam kabinet saya, komitmen itu tidak berubah sama sekali," ujarnya.

Ia menekankan, Jepang juga tidak akan membiarkan ada intimidasi dan kegiatan apapun yang akan meningkatkan ketegangan di Laut Cina Selatan (LCS). "Jepang menolak semua kegiatan yang dapat meningkatkan ketegangan dan saya ingin menitikberatkan bahwa seluruh konflik di Laut China Selatan semaksimal mungkin harus diselesaikan dengan hukum internasional, bukan kekuatan dan intimidasi," tegas PM Suga.

PM Suga menerangkan, Jepang akan selalu berusaha mengajak pihak-pihak yang berkonflik untuk mencari solusi damai dan menegakkan supremasi hukum, yaitu aturan-aturan yang disepakati dalam hukum internasional, saat dihadapkan pada sengketa wilayah.

Kondisi di Laut Cina Selatan memanas sejak awal tahun ini. Militer Republika Rakyat Cina (RRC) berulang kali unjuk kekuatan di wilayah yang mereka klaim secara keseluruhan itu. Hal itu ditingkahi dengan balasan aksi Amerika Serikat di wilayah laut yang juga diklaim Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunie Darussalam tersebut. 

Sejak awal tahun ini, kapal-kapal Cina juga terlibat gesekan dengan kapal-kapal Vietnam, Filipina, Malaysia. Di Laut Natuna Utara yang bersinggungan dengan ujung selatan Laut Cina Selatan, sepanjang tahun ini setidaknya tiga kali kapal patroli Indonesia harus mengusir kapal Penjaga Pantai RRC dan nelayan-nelayan berbendera negara itu.

Pada November nanti, Jepang juga bakal ikut serta dalam latihan militer di Samudra Hindia dengan India, Amerika Serikat, dan Australia. Langkah itu dipandang Beijing sebagai upaya membentuk aliansi militer di Pasifik guna membendung Cina.

PM Suga membantah hal tersebut. "Tujuan paling penting adalah memastikan perdamaian di kawasan Indo-Pasifik, yang bebas dan terbuka, dan kita bisa menjalin kerja sama dengan pihak manapun yang satu pemikiran, dan sama sekali tidak tebersit niat membentuk NATO ala Indo-Pasifik," kata PM Suga.

Ia  menjelaskan, Jepang lebih memilih meningkatkan kerja sama tingkat menteri luar negeri, patroli bersama di Laut Cina Selatan, serta kerja sama transfer ilmu dan teknologi pertahanan. Jepang, menurut PM Suga, telah membantu negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa di Asia Tenggara (ASEAN) memelihara keamanan di Laut Cina Selatan melalui kegiatan patroli, yang salah satunya bertujuan mencegah aktivitas penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perairan yang disengketakan tersebut.

Dalam konferensi pers kemarin, Suga juga menyampaikan ingin menunjukkan kepemimpinan yang aktif di kawasan Indo-Pasifik. Sepanjang pidatonya, ia berulang kali menegaskan sikap Jepang yang menginginkan kawasan Indo-Pasifik bebas dan terbuka.

Meski tak menyebutkan nama negara secara langsung, kekhawatiran yang disampaikan pihak Amerika Serikat dan sekutunya belakangan adalah bahwa klaim dan tindakan agresif Cina di Laut Cina Selatan akan membatasi pergerakan lintas bangsa di wilayah tersebut.

Pada Selasa (20/10), Indonesia dan Jepang telah sepakat meningkatkan kerja sama terkait isu Laut Cina Selatan. Hal ini disampaikan Suga saat melakukan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, Selasa (20/10) sore ini di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.

“Sehubungan dengan isu-isu regional termasuk Korea Utara dan Laut Tiongkok Selatan, kami sepakat bahwa Jepang dan Indonesia akan bekerja sama secara erat,” kata PM Suga dalam konferensi pers bersama Presiden Jokowi usai pertemuan bilateral.

PM Suga mengatakan, kerja sama kedua negara ini diperlukan untuk menciptakan perdamaian dan kesejahteraan kawasan berlandaskan kemitraan strategis. Selain itu, dalam kunjungan ini, Jepang juga meminta Indonesia bekerja sama menyelesaikan isu penculikan warga Jepang oleh Korea Utara.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo menekankan agar Laut Cina Selatan dapat menjadi kawasan yang damai dan stabil. “Saya juga menggarisbawahi harapan agar Laut Cina Selatan dapat terus menjadi laut yang damai dan stabil,” kata Jokowi.

Meski PM Suga baru menyampaikan secara tegas sikapnya dalam kunjungan ke Vietnam dan Indonesia, kemarin, Beijing sedianya sudah mengendus hal itu. Media corong pemerintah Cina, Global Times pada 14 Oktober lalu menilai ada agenda lain dari kunjungan PM Suga ke Asia Tenggara. 

Memuat opini dari "pengamat Jepang" di Beijing, Chen Yang, langkah Suga dinilai semata untuk menghadapi Cina. "Sebagai sekutu loyal AS dengan pengaruh besar di Asia Tenggara, Tokyo tak diragukan lagi perlu bekerja sama dengan Washington dalam kebijakan menghadang Cina," tulis media tersebut.

Selepas kunjungan Suga ke Vietnam pada 19 Oktober, Global Times kembali menyerang. Media tersebut kala itu mengritik perjanjian kerja sama pertahanan antara kedua negara. Media itu mendesak Beijing pasang mata atas perjanjian-perjanjian tersebut. 

"Kesepakatan itu bisa meningkatkan kemampuan Vietnam melakukan pemantauan di Laut Cina Selatan guna merespons kehadiran Cina," tulis media tersebut. Global Times juga mengutip pengamat dari Heilongjiang Provincial Academy, Da Zhigang, bahwa kesepakatan pertahanan tersebut akan mengancam stabilitas dan perdamaian di Laut Cina Selatan.

Indonesia berulang kali menekankan dukungan terhadap stabilitas dan perdamaian regional. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga kerap menegaskan pentingnya penegakan Konvensi PBB tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 terkait sengketa di Laut Cina Selatan.

"Indonesia menyampaikan bahwa indonesia ingin melihat kawasan Laut Cina Selatan damai dan stabil, di mana prinsip-prinsip internasional yang diakui secara internasional ditegakkan, termasuk UNCLOS 1982," kata Retno dalam pertemuan menteri luar negeri ASEAN September lalu.(antr)

 

Berita Lainnya

Index