MK Diminta Konsisten Terapkan Syarat Ambang Batas Suara

MK Diminta Konsisten Terapkan Syarat Ambang Batas Suara
Ilustrasi (Istimewa)

RIAUTERBIT.COM - Pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh dengan nomor urut 6, Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah meminta majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) konsisten menerapkan Pasal 158 Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Kuasa Hukum Kubu Irwandi-Nova, Sayuti Abu Bakar, optimistis MK menolak permohonan sengketa yang diajukan oleh pasangan nomor urut 5, Muzakir-Khalid, jika MK konsisten menerapkan Pasal 158. Gugatan Muzakir-Khalid dinilai tidak memenuhi syarat ambang batas pengajuan sengketa hasil pilkada ke MK.

Diketahui, dalam Pasal 158 ayat 1 huruf a UU Pilkada menyebutkan bahwa "Peserta pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara dengan ketentuan, (a) provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% (dua persen) dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi".

"Sehingga apabila penduduk Aceh kisaran 2 juta maka ambang batasnya sekitar 1,5 persen (paling banyak 2 persen). Jadi, kami minta MK komitmen menerapkan pasal tersebut (Pasal 158 UU 10/2016), sehingga permohonan pemohon itu tidak dapat diterima karena tidak memenuhi ambang batas," kata Sayuti di Gedung MK, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (21/3).

Sayuti mengakui bahwa Provinsi Aceh mempunyai kekhususan termasuk penyelenggaraan pilkada yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Namun, karena UU Pemerintahan Aceh tidak mengatur mengenai selisih suara untuk mengajukan sengketa ke MK, maka pengaturannya harus kembali ke Pasal 158 UU Pilkada.

"Menurut pendapat saya pemohon mencoba menerobos agar gugatannya bisa diterima sehingga diperiksa, padahal kalau enggak diatur secara hukum lex spesialis derogate lex generali itu dapat kembali ke hukum nasional," jelas dia.

Sayuti menuturkan, ketentuan agar MK mengacu pada UU Nomer 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dalam menanggapi sengketa Pilkada Aceh dapat mengacu pada Pasal 199 UU Pilkada.

Pasal 199 ini menyebutkan ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi penyelenggaraan Pemilihan di Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat, sepanjang tidak diatur lain dalam Undang-Undang tersendiri.

"Jadi jelas, ambang batas tetap berlaku untuk sengketa perolehan suara," pungkas dia.


Yustinus Paat/FER

BeritaSatu.com
 

Berita Lainnya

Index