RIAUTERBIT.COM--Gelontoran dana Participating Interest (PI) Rp162 miliar yang diterima Kabupaten Kampar pada Desember 2023 seharusnya menjadi peluang besar untuk mengatasi berbagai persoalan mendesak, mulai dari keterbatasan infrastruktur hingga tingginya angka kemiskinan dan stunting.
Namun, alih-alih membawa angin segar bagi pembangunan, alokasi dana ini justru menimbulkan kontroversi, khususnya terkait pengelolaannya oleh perusahaan daerah seperti PD Kampar Aneka Karya dan PT Bumi Kampar Sarana Energi (BKSE). Kritikan mengemuka, terutama soal transparansi dan efektivitas penggunaan dana tersebut, yang dianggap belum menyentuh kebutuhan mendasar masyarakat.
Kasus ini pun mengingatkan pentingnya pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan ketentuan hukum, terutama Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Dalam Pasal 2 dan Pasal 3, UU ini tegas mengatur bahwa setiap penyalahgunaan keuangan negara yang mengakibatkan kerugian harus dipertanggungjawabkan secara hukum. Lantas, bagaimana respons para pemangku kepentingan terhadap kekhawatiran ini? Berikut wawancara khusus tim Wartawan Investigasi dengan para pihak terkait.
Berikut Wawancara Investigasi Dengan Sejumlah Pihak
Wartawan Investigasi: Bapak Ikhsan, sebagai perwakilan ICI Kampar, apa pendapat Anda terkait alokasi dana PI Rp162 miliar ini?
Muhammad Ikhsan (ICI Kampar)*: Kami sangat menyayangkan pengelolaan dana ini yang cenderung tidak transparan. Seharusnya dana sebesar itu diprioritaskan untuk membangun infrastruktur di daerah terisolir seperti Kampar Kiri Hulu, atau program pemberdayaan masyarakat yang konkret. Tapi nyatanya, sebagian besar malah dialokasikan ke perusahaan yang sudah lama sakit, seperti Stanum.
Wartawan Investigasi: Apa yang Anda maksud dengan “perusahaan sakit”?
Ikhsan: Stanum itu perusahaan daerah yang sudah bertahun-tahun merugi. Tidak ada bukti bahwa mereka mampu mengelola dana sebesar ini dengan baik. Kami khawatir uang rakyat ini justru akan habis tanpa manfaat nyata.
Wartawan Investigasi: Lalu, bagaimana dengan peran DPRD Kampar? Apakah mereka tidak mengawasi?
Ikhsan: Anehnya, DPRD Kampar terkesan diam. Sejauh yang kami tahu, mereka juga kurang dilibatkan dalam proses ini. Padahal, dana sebesar ini harusnya dibahas dan diawasi secara ketat oleh legislatif.
Wartawan Investigasi: Pak Agus, sebagai anggota DPRD Kampar, bagaimana tanggapan Anda terhadap kritik ini?
Agus Candra (DPRD Kampar): Kami tetap mengawasi pengelolaan dana ini. Dana PI Rp162 miliar memang baru dicairkan pada Desember 2023, sehingga belum bisa dimasukkan ke APBD murni 2024. Tapi nanti di APBD Perubahan 2024, dana ini akan diatur untuk pembiayaan infrastruktur, beasiswa, dan program lainnya.
Wartawan Investigasi: Tapi apakah alokasi ke Stanum sudah sesuai regulasi?
Agus: Iya, pengalokasian ini sesuai regulasi. Namun, kami memahami kekhawatiran publik. Oleh karena itu, kami mendesak agar pemerintah segera merevisi Perda yang memayungi BUMD seperti BKSE, supaya pengelolaan dana ini lebih transparan dan akuntabel.
Wartawan Investigasi: Pak Hambali, sebagai Penjabat Bupati Kampar, apa langkah pemerintah untuk memastikan dana ini digunakan secara optimal?
Hambali (Pj Bupati Kampar): Kami memastikan bahwa setiap keputusan pengelolaan dana PI ini didasarkan pada data dan analisis yang akurat. Dana ini akan dimanfaatkan untuk prioritas daerah, seperti pembangunan infrastruktur, pemberian beasiswa, dan program pengentasan kemiskinan.
Wartawan Investigasi: Bagaimana dengan transparansi? Apakah masyarakat bisa ikut mengawasi?
Hambali: Kami terbuka terhadap pengawasan, baik dari DPRD maupun masyarakat. Ini adalah dana untuk rakyat, jadi harus dikelola dengan akuntabilitas tinggi.
Wartawan Investigasi: Prof. Muslim, bagaimana pandangan akademisi mengenai penggunaan dana PI ini?
Prof. Muslim (UIR): Dana sebesar ini seharusnya difokuskan pada investasi jangka panjang, seperti pemberian beasiswa bagi anak-anak daerah. Mereka bisa menjadi motor penggerak pembangunan di masa depan. Selain itu, pengentasan stunting dan kemiskinan juga harus menjadi prioritas.
Wartawan Investigasi: Apa rekomendasi Anda untuk pengelolaan dana ini ke depannya?
Prof. Muslim: Transparansi adalah kunci. Semua pihak, baik pemerintah, legislatif, maupun BUMD, harus bekerja sama untuk memastikan dana ini digunakan dengan bijak. Jangan sampai kesempatan besar ini terbuang sia-sia. (*)