Pangkalan Baru, Siak Hulu, Kampar, Riau - Koperasi Produsen Petani Sawit Makmur (KOPPSA-M) yang beranggotakan ratusan petani sawit di Pangkalan Baru, Siak Hulu, Kampar, kini tengah menghadapi ujian berat dalam perjuangan mereka untuk mendapatkan keadilan. Ketegangan ini muncul setelah mereka digugat oleh PTPN V Regional III atas klaim utang yang mencapai Rp 140 miliar.
Sebagai organisasi yang mengorganisir petani sawit, KOPPSA-M berperan penting dalam membantu anggota koperasi yang mayoritas adalah petani lokal untuk mengembangkan usaha kebun kelapa sawit mereka. Namun, alih-alih mendapatkan bantuan, para petani justru merasa ditipu dan diperburuk dengan adanya tuntutan utang yang tak jelas asal-usulnya.
Krisis ini bermula ketika PTPN V, yang sebelumnya berjanji untuk menjadi penjamin pembangunan kebun sawit seluas 1.650 hektar, hanya mampu merealisasikan 800 hektar. Petani yang tergabung dalam KOPPSA-M merasa dirugikan oleh ketidakmampuan PTPN V dalam memenuhi komitmennya. Bahkan, lebih parahnya lagi, PTPN IV Regional III—yang kini mewarisi aset PTPN V—mengajukan gugatan kepada para petani atas klaim utang yang mereka nilai tidak adil dan sangat memberatkan. Sejumlah petani yang tergabung dalam koperasi ini kini terancam kehilangan kebun mereka, dengan kemungkinan besar kebun tersebut akan disita untuk melunasi "utang" yang tidak mereka pertanggungjawabkan.
Tokoh muda Pangkalan Baru, Alamsah SH, MH, yang dikenal peduli terhadap kesejahteraan rakyat, turut memberikan dukungan penuh kepada petani sawit ini. Alamsah yang juga seorang pemerhati kebijakan publik ini menegaskan bahwa perjuangan petani sawit ini harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, terutama dari Presiden Prabowo Subianto yang saat ini tengah gencar memerangi praktik korupsi dan penindasan terhadap rakyat kecil. Alamsah meminta agar utang yang dipersalahkan kepada petani sawit segera dihapuskan, sesuai dengan komitmen Presiden Prabowo untuk menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk petani sawit yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian daerah.
Alamsah menjelaskan bahwa masalah ini bukan hanya soal klaim utang, tetapi lebih kepada pengelolaan dan transparansi dalam sektor perkebunan sawit. Ia menyebutkan bahwa pihak PTPN IV Regional III harus segera mengungkapkan penggunaan dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan kebun sawit petani. "Kami mendukung penuh upaya KOPPSA-M dalam mencari keadilan. Kami ingin agar para petani mendapatkan hak mereka tanpa adanya manipulasi atau ketidakjelasan dalam pembiayaan kebun mereka," tegas Alamsah. Menurutnya, ini bukan hanya soal keberlanjutan kebun sawit para petani, tetapi juga terkait dengan nasib ekonomi dan kehidupan mereka.
Kekejaman yang dilakukan oleh pihak PTPN IV Regional III terhadap petani sawit Pangkalan Baru semakin diperburuk dengan fakta bahwa banyak dari mereka yang sudah tidak mampu bertahan. Beberapa dari petani yang terancam kehilangan kebun mereka bahkan telah meninggal dunia sebelum bisa melihat penyelesaian masalah ini. Sebanyak 14 orang dari 622 kepala keluarga yang terlibat dalam koperasi ini telah meninggal dunia dalam perjuangan mereka untuk mempertahankan hak atas kebun mereka.
Ketua KOPPSA-M, M. Nusirwan, yang sebelumnya merupakan karyawan di PTPN IV, mengungkapkan bahwa ada dugaan kuat adanya praktik korupsi dalam pengelolaan dana pembangunan kebun sawit yang dilakukan oleh pihak PTPN. Nusirwan bahkan menceritakan pengalamannya diintimidasi oleh oknum-oknum tertentu yang berusaha memaksanya untuk menandatangani pernyataan utang yang dipertanyakan keabsahannya. "Saya terpaksa mundur karena tidak bisa menerima tekanan dan ancaman yang datang. Saya tidak ingin menjadi bagian dari sistem yang menindas petani yang seharusnya mendapat perlindungan," ujar Nusirwan.
Dalam proses perjuangan ini, KOPPSA-M tidak tinggal diam. Mereka telah mengirimkan perwakilan untuk mengadu ke berbagai instansi pemerintah, termasuk Kantor Staf Kepresidenan dan kementerian terkait, untuk meminta perhatian terhadap masalah ini. Koperasi juga terus berjuang melalui jalur hukum, meski proses yang panjang dan berliku-liku ini semakin membuat mereka tertekan. "Kami akan terus memperjuangkan hak kami dan tidak akan pernah menyerah," kata Nusirwan dengan penuh semangat.
Krisis yang melanda petani sawit di Pangkalan Baru menunjukkan ketimpangan yang terjadi dalam hubungan antara petani kecil dan perusahaan besar, terutama yang melibatkan badan usaha milik negara seperti PTPN. Pihak PTPN IV Regional III sebagai perusahaan plat merah seharusnya berperan dalam membantu kesejahteraan petani, bukan malah menjadi bagian dari masalah yang membebani mereka. Hal ini mengundang banyak pertanyaan mengenai integritas dan transparansi pengelolaan dana dan kebijakan yang diambil oleh perusahaan tersebut.
Pihak pengurus KOPPSA-M terus berusaha memperjuangkan hak-hak petani yang tergabung dalam koperasi ini. Mereka berharap dengan adanya dukungan dari masyarakat dan pemerintah, mereka bisa mendapatkan keadilan. Mereka juga berharap agar pihak PTPN IV Regional III mau terbuka mengenai penggunaan dana yang telah diberikan untuk pembangunan kebun sawit petani. "Kami ingin semuanya jelas dan transparan. Kami hanya ingin mendapatkan hak kami yang sudah seharusnya," ungkap M. Nusirwan.
Pemberian dukungan dari tokoh muda Pangkalan Baru, Alamsah SH, MH, merupakan angin segar bagi perjuangan KOPPSA-M. Dengan segala pengaruh yang dimilikinya, Alamsah mengajak semua pihak untuk bersatu dalam memperjuangkan nasib para petani sawit yang teraniaya ini. "Mari kita dukung perjuangan mereka. Jika kami biarkan, siapa lagi yang akan membela mereka?" ungkap Alamsah dengan penuh tekad. Ia juga berharap agar pemerintah, dalam hal ini Presiden Prabowo, bisa memberikan perhatian yang serius terhadap masalah ini dan memastikan bahwa hak-hak rakyat kecil seperti petani sawit bisa terlindungi.
Pihak KOPPSA-M dan tokoh muda Pangkalan Baru berharap agar persoalan ini bisa segera diselesaikan dengan adil. Mereka menuntut agar pemerintah turun tangan untuk memberikan keadilan bagi petani dan agar PTPN IV Regional III bertanggung jawab atas permasalahan ini. "Kami ingin agar utang yang tidak jelas asal-usulnya ini dihapuskan. Kami ingin agar kebun kami tetap menjadi milik kami dan tidak disita begitu saja," ujar perwakilan petani dengan harapan tinggi.
Dalam perjuangan ini, KOPPSA-M tidak hanya berjuang untuk kepentingan para petani sawit, tetapi juga untuk menciptakan sebuah contoh bagi masyarakat lainnya bahwa perjuangan untuk keadilan tidak boleh berhenti meski berbagai ancaman dan intimidasi datang dari pihak-pihak yang lebih berkuasa. Mereka berharap semoga perjuangan mereka menjadi inspirasi bagi rakyat kecil lainnya yang menghadapi ketidakadilan serupa.
Kini, harapan tinggal pada perhatian pemerintah dan komitmen pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ini. Dengan segala upaya yang telah dilakukan oleh KOPPSA-M dan dukungan dari tokoh-tokoh muda seperti Alamsah, petani sawit Pangkalan Baru berharap agar mereka bisa kembali hidup tenang tanpa beban klaim utang yang tak adil. (Tim Media)