Wacana Pemekaran 12 Kabupaten dan Kota Baru di Riau: Peluang dan Tantangan dalam Perspektif Hukum Adat dan Pemerataan Pembangunan

Wacana Pemekaran 12 Kabupaten dan Kota Baru di Riau: Peluang dan Tantangan dalam Perspektif Hukum Adat dan Pemerataan Pembangunan
Wacana Pencabutan Moratorium Pemekaran Daerah di DPR RI bergulir

Wacana Pemekaran 12 Kabupaten dan Kota Baru di Riau: Peluang dan Tantangan dalam Perspektif Hukum Adat dan Pemerataan Pembangunan

RIAUTERBIT.COM--Pemekaran wilayah di Provinsi Riau kini menjadi isu strategis yang memicu perdebatan di berbagai kalangan. Wacana ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Ketua Lembaga Adat Negeri (LAN) Riau Daratan, Bunyana ST, melalui jurubicaranya, Muhammadun, yang menyerukan percepatan pemekaran 12 kabupaten dan kota baru. Dalam pandangan LAN, pemekaran ini tak hanya soal administratif, tetapi juga penghormatan terhadap hukum adat serta upaya menciptakan pemerataan pembangunan di negeri kaya sumber daya ini.

Riau adalah salah satu provinsi yang memiliki potensi alam melimpah, mulai dari hasil minyak dan gas bumi hingga perkebunan kelapa sawit. Namun, kekayaan tersebut sering kali tidak terdistribusi secara merata. Banyak wilayah terpencil di Riau yang minim infrastruktur, pelayanan publik, dan akses terhadap pembangunan. Dengan adanya pemekaran wilayah, diharapkan pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik, khususnya di daerah-daerah yang selama ini merasa terpinggirkan.

Dalam konteks hukum adat, pemekaran wilayah dapat dianggap sebagai bagian dari upaya menghidupkan kembali semangat kedaulatan lokal. Lembaga adat memandang bahwa dengan pembentukan kabupaten dan kota baru, masyarakat adat setempat akan memiliki kesempatan lebih besar untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Selain itu, pembentukan daerah otonom baru (DOB) memungkinkan pemerintah daerah yang lebih kecil untuk lebih memahami dan menghormati adat istiadat setempat dalam pengambilan kebijakan.

Muhammadun menambahkan bahwa pemekaran wilayah ini akan membuka banyak peluang, termasuk lapangan kerja baru, pembentukan struktur pemerintahan daerah seperti bupati dan DPRD, serta peningkatan alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat. “Dengan pemekaran, Riau akan memiliki lebih banyak akses pendanaan yang dapat digunakan untuk membangun daerah-daerah yang selama ini tertinggal,” ujarnya.

Namun, pemekaran wilayah juga tidak lepas dari tantangan. Salah satunya adalah kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia. Pembentukan kabupaten atau kota baru membutuhkan fasilitas pemerintahan yang memadai, seperti kantor bupati, gedung DPRD, hingga rumah sakit dan sekolah. Selain itu, pemekaran harus diikuti dengan pengembangan kapasitas sumber daya manusia lokal agar mereka mampu menjalankan pemerintahan secara efektif.

Di sisi lain, dari perspektif hukum adat, pemekaran tidak boleh mengabaikan hak-hak masyarakat adat atas tanah ulayat mereka. Dalam beberapa kasus, pemekaran wilayah dapat memicu konflik agraria jika tidak ada kejelasan mengenai batas-batas wilayah adat dan administrasi baru. Oleh karena itu, LAN menekankan pentingnya dialog intensif antara pemerintah, masyarakat adat, dan tokoh masyarakat sebelum pemekaran dilakukan.

Pemekaran juga harus mempertimbangkan dampak sosial yang mungkin timbul. Salah satu kekhawatiran yang sering muncul adalah potensi kecemburuan antarwilayah, terutama jika pembagian sumber daya tidak dilakukan secara adil. Ketua LAN mengingatkan bahwa pemerataan pembangunan harus menjadi prinsip utama dalam proses ini.

Dari segi ekonomi, pemekaran membuka peluang besar untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di daerah baru. Contohnya, rencana pembentukan Kota Duri dari Kabupaten Bengkalis diharapkan dapat mengoptimalkan pengelolaan sektor minyak dan gas yang menjadi andalan wilayah tersebut. Demikian pula dengan Kota Rumbai, yang dianggap memiliki potensi besar untuk menjadi pusat ekonomi baru di Riau.

Namun, realisasi pemekaran wilayah ini membutuhkan dukungan politik yang kuat, baik di tingkat daerah maupun pusat. Proses administrasi yang panjang, termasuk pengesahan Undang-Undang tentang Pembentukan Daerah Otonom Baru, sering kali menjadi hambatan utama. Pemerintah pusat diharapkan segera merespons usulan dari Provinsi Riau ini untuk mempercepat implementasi pemekaran.

Tokoh adat dan tokoh muda Riau juga melihat pemekaran sebagai peluang untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antara kota dan desa. Kabupaten seperti Gunung Sahilan Darussalam, jika berhasil dimekarkan dari Kabupaten Kampar, dapat fokus pada pengembangan sektor pertanian dan pariwisata alam yang selama ini kurang digarap secara optimal.

Dalam wacana ini, penting pula untuk mempelajari pengalaman dari provinsi lain yang telah sukses melakukan pemekaran wilayah. Pemerintah Riau dapat belajar dari strategi pemekaran di Kalimantan atau Papua, di mana daerah-daerah baru mampu mempercepat pembangunan sekaligus mempertahankan identitas lokal mereka.

Selain itu, keterlibatan masyarakat adat sebagai pemangku kepentingan utama dalam pemekaran ini sangat penting. Dengan mendudukkan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan, proses pemekaran dapat berjalan lebih inklusif dan mengurangi potensi konflik.

Muhammadun juga menyoroti pentingnya perencanaan yang matang dalam proses ini. “Pemekaran bukan sekadar memisahkan wilayah, tetapi menciptakan sistem pemerintahan yang lebih efektif dan adil,” tegasnya.

Berdasarkan data yang ada, 12 calon daerah otonom baru di Riau memiliki potensi besar untuk berkembang, baik dari segi sumber daya alam maupun jumlah penduduk. Kabupaten Kuantan Hulu Pucuk Rantau, misalnya, diproyeksikan akan menjadi pusat pertanian baru dengan infrastruktur yang lebih modern.

Namun, di balik optimisme ini, pemerintah daerah dan pusat harus bersinergi dalam menyiapkan regulasi yang mendukung. Proses perencanaan dan pelaksanaan pemekaran harus transparan dan akuntabel agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat.

Dengan potensi besar yang dimiliki oleh Provinsi Riau, pemekaran wilayah menjadi langkah strategis yang perlu didukung dengan kajian mendalam dan partisipasi aktif semua pihak. Tidak hanya untuk pemerataan pembangunan, tetapi juga untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat adat Riau dalam tata kelola pemerintahan yang lebih baik.

Kini, harapan masyarakat Riau bergantung pada keputusan pemerintah pusat. Akankah pemekaran ini menjadi solusi untuk pemerataan pembangunan, atau justru menambah kompleksitas permasalahan di daerah? Waktulah yang akan menjawab. Namun, satu hal yang pasti, pemekaran wilayah ini harus menjadi peluang untuk menciptakan Riau yang lebih maju, adil, dan sejahtera. 

(Tim Media)

 

Berita Lainnya

Index