Peran Perempuan Dalam Pemulihan Ekonomi

Sabtu, 17 September 2022 | 23:43:57 WIB
Delpi Susanti (Sekretaris Nasional Kohati)

Dikirim Oleh : DR (cand) Delpi Susanti (Sekretaris Nasional Kohati) 

PELUANG ekonomi adalah kesenjangan yang paling tidak berkembang di posisi kedua. Untuk saat ini, dibutuhkan waktu 257,2 tahun bagi partisipasi ekonomi dan kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan. Inipun jika di tinjau dari sisi politik di semua negara yang dilacak, perempuan hanya menduduki 25,7% dari sekitar 35.500 kursi parlemen dan 22,8% dari 3.400 lebih jabatan menteri di seluruh dunia. Dengan laju saat ini, dibutuhkan waktu 145,5 tahun untuk mencapai kesetaraan gender di ranah politik. 

Selanjutnya dengan sistem demokrasi yang ada berpartisipasi atau tidak mau tidak mau berperan atau tidak berperan dalam pemulihan ekonomi secara andil kebijakan perempuan adalah bahagian sub sistem dari politik itu sendiri yang terintegrasi secara sadar ataupun tidak.

Bukti Sejarah Peradaban Islam Memuliakan Perempuan, telah terjadi pergeseran mulai dari peradaban Jahiliyah, peradaban islam masa Rasullullah 613-632 M, dan Peradaban Islam 632-1924 M, adalah suatu bentuk Perpolitikan dalam gerakan pemuliaan kaum perempuan, artinya apa dalam untuk memajukan suatu kaum, yaitu kaum perempuan adalah perempuan itu sendirilah dengan perpolitikannya. 

Oleh sebab itu perempuan tidak ada larangan dalam islam itu sendiri untuk berpolitik terlebih dalam memulihkan kondisi ekonomi saat sekarang ini.

Pergeseran dari paradigma sentralisasi ke desentralisasi adalah tuntutan reformasi dalam bentuk proses demokratisasi. Dengan demikian, desentralisasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) adalah bagian dari proses demokratisasi menuju penyelenggaraan demokrasi yang sesungguhnya. 

Dalam konteks ini daerah harus diberdayakan dan diharapkan mau dan mampu mengimplementasikannya, terutama dalam pengelolaan pemerintahan, yang mencakup segala segi kehidupan masyarakat, sebagai upaya untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang adil dan merata, di mana semua pihak menjadi bagian dari pengelolaannya. 

Pihak-pihak yang dimaksud, adalah pemerintah, sektor usaha swasta, dan masyarakat. Berubahnya paradigma ini diharapkan terlaksana dengan menggunakan prinsi-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), juga merupakan tuntutan perkembangan zaman. 

Globalisasi yang sarat dengan persaingan mensyaratkan setiap Negara dapat menjadikan setiap unsur, dapat terlibat dan melibatkan diri sebagai pelaku dalam globalisasi itu. Daerah yang mampu bersaing adalah daerah yang selalu menggagas perubahan sekaligus melaksanakannya dengan melibatkan seluruh stakeholders daerah sedemikian rupa, sehingga timbul sinergi yang mampu menempatkan daerah itu memiliki keunggulan. 

Daerah mempunyai kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat.  Penerapan 3 organ Pemerintahan berdasarkan pada kebutuhan dan kewenangan masing-masing satuan Pemerintahan. 

Secara global, Indonesia sendiri memiliki komitmen dalam penyelamatan krisis iklim dunia yang termanifestasi ke dalam Nationally determined contributions (NDC). Terkait dengan hal ini, Indonesia memasang target sebesar 26 persen dengan kemampuan sendiri, dan 41 persen dengan dukungan berbagai pihak. 

Dalam mencapai komitmen NDC tersebut, pemerintah Indonesia bersama banyak stakeholder mendorong banyak alternatif untuk mencapai target NDC, seperti rancangan pembangunan rendah karbon (PRK) yang diinisiasi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), kemudian peluncuran Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang dimotori Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan juga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Pemerintah Pusat dalam melakukan kewenangannya di bidang pengelolaan Pemerintahan yang baik segi insentif terutama lingkungan hidup harus mengikuti kebijakan yang telah diterapkan oleh Menko Wasbangpan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup. 

Jangan sampai pengurangan kewenangan pemerintah Pusat di bidang lingkungan hidup tidak bisa mencegah kesalahan pengelolaan lingkungan hidup demi mengejar Pemasukan APBD khususnya dalam pos Pendapatan Asli Daerah.

Indonesia diperkirakan akan mengalami penurunan kualitas lingkungan hidup yang semakin dalam pada beberapa dekade yang akan datang. Indikasinya antara lain tutupan hutan primer yang semakin menyusut dan diproyeksikan hanya akan tersisa sekitar 18,4% dari luas lahan total nasional (189,6 juta ha) di tahun 2045, (Rancangan Teknokratik, 2019). 

Di Indonesia, wacana mengenai EFT  (Ecological Fiscal Transfer), mulai berkembang dalam 2 tahun terakhir, Skema insentif ini dikembangkan melalui transfer fiskal kepada pemerintah di bawahnya (negara bagian atau provinsi) sebagai penghargaan atas kinerja dalam pengelolaan lingkungan hidup dan semua tidak lepas dari pengelolaan keuangan daerah.

Pada era modern saat ini institusi negara sangat membutuhkan suatu sistem pemerintahan yang bersih dan kuat (type of a clean or good governance). Dalam literatur disebutkan bahwa konsep good governance ini ditegakkan dengan tiga pilar penyangga utama yaitu : negara, civil society dan swasta (pasar). 

Urgensi terhadap kebutuhan sistem pemerintahan seperti itu tidak lepas dari keinginan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang prima dan terhindar dari dampak buruk sistem pelayanan publik pada masa-masa sebelumnya yang sangat birokratis dan korup.

Dinamika dalam distribusi urusan pemerintahan (Inter-governmental function sharing) antar tingkatan pemerintahan ; Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pemerintah Pusat. Secara universal terdapat dua pola besar dalam merumuskan distribusi urusan pemerintahan,yakni Pola-general competence dan Pola ultra vires. Selain itu, belakangan ini muncul wacana inisiatif pemberian insentif fiskal berbasis ekologi. 

Komitmen pemberian insentif fiskal tersebut diutarakan sendiri oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati yang mengatakan bahwa pemerintah akan memberikan insentif kepada daerah melalui skema dana perlindungan lingkungan (DPL). Insentif fiskal yang diberikan kepada daerah yang memiliki komitmen terhadap pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan terutama dalam mencapai pemerintahan yang baik. 

Pemerintah telah menetapkan tujuh belas sektor usaha yang berhak mendapatkan insentif fiskal dan non-fiskal. Putusan ini berlaku untuk investor domestik dan investor asing, sebagaimana yang tertuang dalam Kebijakan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasisi Risiko dan Fasilitas Penanaman Modal.

Pertanyaannya akankah kebijakan ini mampu menaungi kesejahteraan rakyat, akankah terjadi tumpang tindih antara perempuan dan laki-laki, bagaimana peran perempuan dalam menyikapi ini. 

Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan Daerah lain, oleh karna itu dalam perencanaan pembangunan suatu daerah hal yang paling utama yang perlu dan menjadi perhatian yaitu mengenali karakter ekonomi, social dan fisik daerah itu sendiri, termasuk interaksinya dengan daerah lain. 

Dengan demikian tidak ada strategi pembangunan daerah yang dapat berlaku untuk semua daerah, namun dipihak lain, dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi daerah, baik jangka pendek maupun jangka panjang, pemahaman mengenai teori pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah, merupakan satu faktor yang cukup menentukan kualitas rencana pembangunan ekonomi daerah.

Keinginan kuat dari pemerintah daerah untuk membuat strategi pengembangan daerah dapat membuat masyarakat ikut serta membentuk pada pembangunan daerah yang dicita-citakan. Dengan pembangunan daerah yang terencana, pembayar pajak dan penanaman modal juga dapat bergerak untuk mengupayakan peningkatan ekonomi.

Keberadaan SDM sangatlah penting dalam pengembangan pariwisata. SDM pariwisata mencakup pelaku wisata (tourist) ataupun pekerja (employment). 

Peran SDM sebagai pekerja dapat berupa SDM di lembaga pemerintah, SDM yang bertindak sebagai pengusaha yang berperan dalam menentukan kepuasan dan kualitas para pekerja, para pakar dan professional yang turut berperan dalam mengamati, mengendalikan dan meningkatkan kualitas kepariwisataan, serta yang tidak kalah pentingnya ialah Ninik Mamak dan masyarakat yang berada di sekitar kawasan wisata yang turut menentukan kenyamanan dan kepuasan wisatawan yang datang ke daerah wisata tersebut.

Langkah utama yang harus dilakukan dalam pengembangan sektor Insentif Fiscal ini adalah dengan menyusun suatu Rencana Induk Pembangunan sektor Insentif Fiscal Daerah (RIPIFD), yang akan dijadikan panduan dalam mengembangkan program-program pembangunan Insentif Fiscal secara menyeluruh.

Sumber Daya Manusia harus lebih ditingkatkan lagi dengan memberikan pelatihan-pelatihan tentang pembangunan Insentif Fiscal berkelanjutan. SDM yang berkualitas akan mendorong terciptanya produktivitas yang tinggi yang akan menjadi modal bagi pembangunan daerah dan nasional.  Dinas terkait dan masyarakat berserta Pemerintahan harus lebih kooperatif dalam mengembangkan potensi Insentif Fiscal yang ada.

Terkini