Uang Kebun Desa Tak Jelas, Warga Duga Ada Penyelewengan
BANGKINANG. Beberapa perwakilan masyarakat Desa Salo, Kecamatan Salo mempertanyakan status kebun desa mereka yang sejak puluhan tahun tidak jelas berapa dan kemana uangnya.
Demikian yang disampaikan oleh juru bicara perwakilan masyarakat Desa Salo, Awo (50) kepada wartawan, Senin (14/12).
Menurut perwakilan masyarakat yang dipimpin Awo ini, bahwa kebun desa yang dulunya berjumlah 6 Ha ini ditanami karet, namun hingga saat ini tidak pernah ada keterbuakaan pada masyarakat desa, tentang berapa pengasilan kebun ini untuk setiap bulannya.
“Nggak jelas berapa pendapatan kebun ini? Dan kemana uangnya? Untuk apa dipergunakan?. Harusnya pihak desa transparan dan terbuka. Tak perlu ditutup-tutupi seperti ini. Kebun itu aset desa, milik setiap warga desa, tentu harus ada pelaporan penggunaan uang pendapatnnya pada masyarakat,” ungkap Awo kesal.
Menurut Awo, kedepannya masyarakat desa harus berani mengkritisi setiap kebijakan pemerintahan desa, apalagi yang menyangkut dengan keuangan desa, baik yang berupa pendapatan desa maupun penggunaan keuangan desa.
“Selama puluhan tahun ini kita yang salah, tidak mengontrol aset-aset desa kita. Kalikan saja puluhan tahun uang penghasilan kebun desa tanpa ada pertangungjawabannya. Nantinya, ini tidak boleh terjadi lagi. Apalagi kedepanya dana desa meningkat drastis, jika tidak kita awasi bisa diselewengkan,” beber Awo.
Namun mantan kepala Desa Salo dua periode, Nurzali membantah tuduhan masyarakat tersebut. Menurutnya, uang hasil kebun desa ini dipergunakan untuk membantu biaya operasional desa. Seperti uang transportasi petugas desa dalam menyelesaikan berbagai persoalan kemasyarakatan, seperti untuk biaya bolak-balik ke Kabupaten dan sebagainya.
“Uang hasil pendapatan desa itu kita pergunakan secara bertanggungjawab. Lagi pula, uang hasil kebun ini tidak lah seberapa, seiring sudah tuanya umur kebun karet ini. Mestinya, katanya lagi, kebun ini sudah harus diremajakan. Namun, karena ketiadaan biaya, makanya hingga saat ini peremajaan urung bisa dilakukan,” sangggahnya.
Nurzali membenarkan bahwa kebun desa ini awalnya berjumlah 6 Ha, tapi seiring berjalannya waktu dan menuanya kebun karet ini, luas kebun menyusut menjadi kurang dari 4 Ha. Nurzali tidak menampik bahwa pihaknya desa memang tidak pernah melakukan pencatatan pendapatan kebun desa ini.
“Kita tak bikin pembukuannya, karena tak sebarapa uangnya,” kilahnya.
Kepada pihak-pihak yang mempertanyakan status kebun desa ini, Nurzali berpesan, agar sebelum mempertanyankan kebun ini, ada baiknya masyarakat melihat dulu secara langsung kebun tersebut. Katanya, jangan hanya cuap-cuap tidak jelas, tanpa pernah tahu yang sebenarnya.
mengenai surat tanah kebun desa yang dipertanyakan oleh masarakat tersebut, Nurzali mengaku tidak pernah diserahterimakan kepadanya dari kepala desa sebulumnya.
"Saya tidak pernah lihat suratnya, karena tidak pernah diserahterimakan kepada saya," tutupnya. (Naz)