Sidang Suap APBD Riau

Noviwaldi mengaku tidak mengikuti pembahasan KUA PPAS karena berada di luar negeri

Noviwaldi mengaku tidak mengikuti pembahasan KUA PPAS karena berada di luar negeri
Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau Noviwaldi Jusman

RIAUTERBIT.COM- Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau Noviwaldi Jusman dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan dugaan suap APBD Riau dengan terdakwa Ahmad Kirjauhari.

Dari sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru pada Rabu siang itu terungkap sejumlah fakta terkait pembahasan APBD Perubahan 2014 dan APBD Murni 2015 Provinsi Riau.

Dalam kesaksiannya, terungkap bahwa pengesahan Kebijakan Umum APBD Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) tanpa melalui pembahasan. "Sore hari tanggal 2 September 2014 saya dipanggil Pak Johar untuk tandatangan MoU. Lalu saya tanyakan apakah sudah dibahas?," ujar Noviwaldi saat memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Masrul.

"Anda tidak ikut rapat kenapa tanya-tanya," jawab Johar.

Sementara itu, Noviwaldi mengatakan bahwa dalam MoU KUA PPAS itu telah dibubuhkan tanda tangan Johar Firdaus yang merupakan ketua DPRD 2009-2014.

Noviwaldi mengaku dirinya tidak mengikuti pembahasan itu karena baru kembali dari luar negeri. Sementara itu, dia sempat menanyakan ke sejumlah rekannya terkait KUA PPAS tersebut dan dia mendapati bahwasannya telah di bahas.

Kepada majelis hakim, Noviwaldi berujar penandatanganan MoU yang dilakukan di ruang ketua DPRD Riau yang dihadiri sebagian anggota Banggar, dan perwakilan TAPD, yakni Kepala BAPPEDA, M Yafiz, dan mantan Asisten I Sekdaprov Prov Riau, Hardi Jamaludin adalah hal tidak biasa.

Persoalan anggaran aspirasi dewan juga diakui Dedet, sapaan Noviwaldi Jusman, diajukan setelah KUA PPAS ditandatangani mereka. Secara aturan menurut Dedet ini tidak diperbolehkan.
    
Terhadap fakta tersebut, mantan legislator Iwa Sirwani Bibra yang turut hadir menjadi saksi memiliki penjelasan tersendiri. Malam hari pada tanggal 2 September ketika MOU KUA PPAS disahkan, terjadi kesepakatan antara kedua pihak, legislatif dan eksekutif.
    
Saat penandatangan MoU KUA PPAS tersebut diketahui jika kedua pihak sepakat menandatangani, akan tetapi dengan syarat, bisa dimasukkan kemudian anggaran aspirasi dewan yang jumlahnya mencapai Rp2 Miliar.  
   
Dalam perkara ini, Jaksa KPK Pulung Trinandoro menjadi Ketua tim JPU dengan lima orang jaksa lainnya dalam dugaan suap yang melibatkan Gubernur Riau Non aktif, Annas Maamun.

Dalam perjalanan kasusnya, KPK juga telah melakukan Rekonstruksi di dua tempat berbeda, Rumah Dinas Gubernur Riau dan Gedung DPRD Riau.

Selain Ahmad Kirjauhari, KPK telah menetapkan Gubernur Riau nonaktif, Annas Maamun sebagai tersangka pemberi suap rancangan APBD Perubahan Pemprov Riau tahun 2014.

Annas diduga telah memberi atau janjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud berbuat atau tidak berbuat sesuatu terkait pembahasan rancangan APBD Perubahan 2014 dan Rancangan APBD murni 2015. Sejauh ini KPK baru menetapkan Kirjauhari selaku anggota DPRD yang menerima uang suap itu.

Kirjauhari dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal-pasal itu mengatur tentang perilaku penerimaan suap.

Sedangkan Annas dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, yang mengatur tentang pemberian suap.

Annas sendiri sebelumnya divonis oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung enam tahun penjara dan denda Rp250 juta atas kasus suap alih fungsi lahan di Kuantan Singingi seluas 1.188 hektare dan Bagan Sinembah Rokan Hilir 1.214 hektare.(arif)
 

Berita Lainnya

Index