RIAUTERBIT.COM, 30 Desember 2024 – Pada akhir Desember 2024, tepat ketika penyelidikan kasus SPPD fiktif yang melibatkan Sekretariat DPRD Provinsi Riau semakin mendalam, sebuah keputusan mengejutkan datang dari Polda Riau. Kombes Pol Nasriadi, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Riau, yang dikenal sebagai pengungkap utama kasus ini, tiba-tiba dimutasi. Posisi yang ditinggalkan oleh Nasriadi kini diambil alih oleh AKBP Ade Kuncoro Ridwan.
Kejadian ini menambah ketegangan di tengah proses pemeriksaan, di mana Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau baru saja mengungkapkan bahwa kerugian negara akibat kasus SPPD fiktif ini sudah mencapai Rp 130 miliar. Masyarakat dan kalangan mahasiswa mulai mempertanyakan alasan di balik rotasi mendadak ini.
Kasus SPPD Fiktif: Kerugian Negara yang Mengguncang. Kasus SPPD fiktif ini telah mengguncang Riau, dengan temuan besar dari BPKP yang mengungkapkan kerugian negara yang signifikan. Dalam laporan terbaru, Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi BPKP Riau, Sjahroel Hidayat Siregar, mengonfirmasi bahwa total kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp 130 miliar, yang berasal dari anggaran perjalanan dinas yang tidak sesuai. “Audit yang kami lakukan menunjukkan kerugian negara sekitar Rp 130 miliar untuk dua tahun anggaran (2020-2021),” ujar Sjahroel.
Temuan ini membuka jalan bagi penyelidikan lebih lanjut, terhadap eks Sekwan DPRD Riau Muflihun bersama sejumlah pemain lainnya kini berada dalam radar penyidikan. Kombes Pol Nasriadi, yang memimpin penyelidikan ini, membeberkan fakta-fakta baru yang memperlihatkan adanya dugaan penyalahgunaan anggaran yang sangat besar. Namun, dengan mutasinya, sejumlah kalangan mulai mempertanyakan kelanjutan proses hukum yang sedang berjalan.
Mutasi Mendadak: Mengapa Nasriadi Dipindahkan? Mutasi Kombes Pol Nasriadi di tengah proses penyelidikan ini menuai spekulasi publik. Firman, seorang mahasiswa Riau, menyampaikan kecurigaannya, “Kenapa tepat sebelum penetapan tersangka, Kombes Pol Nasriadi justru dimutasi? Ini bisa jadi sebuah gangguan terhadap proses hukum yang sedang berlangsung.”
Rotasi ini merupakan bagian dari kebijakan mutasi yang lebih luas yang dilakukan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terhadap pejabat tinggi dan menengah di Polri, yang tertuang dalam Surat Telegram Kapolri nomor ST/2775/XII/KEP./2024 hingga ST/2778/XII/KEP./2024. Namun, timing dari mutasi ini—yang sangat dekat dengan penyelidikan besar—mengundang pertanyaan tentang apakah ada hubungan antara perubahan struktural ini dengan kasus SPPD fiktif.
Kombes Pol Nasriadi dimutasi ke jabatan Analis Kebijakan Madya Bidang Pideksus Bareskrim Polri. Sebagai penggantinya, AKBP Ade Kuncoro Ridwan yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Direktur Reskrimsus Polda Kepri akan mengisi posisi Direktur Reskrimsus Polda Riau.
Rotasi Jabatan di Polda Riau: Apakah Ada Motif Tersembunyi? Sementara rotasi jabatan ini dianggap bagian dari kebijakan rutin Polri untuk meningkatkan kinerja, sejumlah pihak mulai meragukan keteguhan proses hukum dalam kasus besar ini. Rotasi juga mencakup perubahan pada posisi-posisi penting lainnya di Polda Riau, seperti pengangkatan pejabat baru di Direktorat Narkoba dan Direktorat Pamobvit, serta promosi beberapa pejabat lainnya. Namun, bagi sebagian kalangan, mutasi Nasriadi yang terjadi menjelang penetapan tersangka di kasus SPPD fiktif memberikan kesan bahwa ada sesuatu yang tidak biasa.
Dalam hal ini, Polri melalui juru bicaranya menegaskan bahwa rotasi ini adalah bagian dari kebijakan internal yang bersifat normal. “Mutasi ini adalah hal yang biasa dalam organisasi Polri,” ungkap sumber internal Polri, yang juga menambahkan bahwa rotasi dilakukan untuk mempersiapkan pejabat-pejabat Polri menghadapi tantangan baru dalam tugas mereka.
Namun, apakah rotasi ini hanya sekadar kebijakan administratif atau ada pertimbangan lebih jauh di baliknya? Itu yang kini menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat Riau yang menginginkan keadilan dan transparansi dalam penuntasan kasus korupsi ini.
Dampak terhadap Proses Hukum dan Publikasi Kasus. Proses hukum terhadap kasus korupsi SPPD fiktif ini akan terus diawasi ketat oleh masyarakat. Para pejabat yang terlibat dan kerugian negara yang ditimbulkan sudah menjadi isu besar yang memengaruhi citra institusi legislatif dan kepolisian di Riau. Seiring dengan mutasi pejabat, ada ketegangan di kalangan aktivis dan mahasiswa yang khawatir bahwa langkah hukum yang progresif akan terganggu.
Berdasarkan pantauan, rotasi pejabat di kepolisian umumnya tidak berhubungan langsung dengan penanganan kasus spesifik, tetapi ketepatan dalam menempatkan pejabat yang berkompeten sangat penting dalam memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan transparansi dan akuntabilitas. Diharapkan, meskipun terjadi rotasi, penyelidikan kasus SPPD fiktif ini tidak akan terhambat.
Dengan harapan bahwa mutasi ini tidak memengaruhi kelanjutan penyelidikan, publik di Riau akan terus menuntut agar keadilan ditegakkan dengan adil dan tanpa ada campur tangan dari pihak manapun. Kasus ini tidak hanya menjadi ujian bagi aparat penegak hukum, tetapi juga bagi komitmen negara untuk memberantas korupsi di segala lini. (Yud)