Pekanbaru - Proyek pemasangan eskalator di Gedung DPRD Riau yang sempat menuai kontroversi kini menjadi sorotan tajam terkait dugaan korupsi. Proyek senilai Rp3 miliar tersebut, yang dibiayai melalui APBD 2013, dihentikan pada tahap realisasi fisik sekitar 30 persen. Namun, tidak ada kejelasan terkait pertanggungjawaban anggaran yang telah digunakan.
Ketua Komisi A DPRD Riau saat itu, Ilyas Labay, menyebutkan bahwa penghentian proyek adalah permintaan langsung dari mantan Gubernur Riau, Annas Maamun, yang mempertanyakan urgensi pembangunan eskalator tersebut. “Gubernur meminta agar proyek itu dihentikan karena dinilai hanya memboroskan anggaran,” ujarnya saat memberikan keterangan pada Mei 2014.
Meskipun proyek dihentikan, publik mempertanyakan ke mana dana yang telah digunakan untuk proyek tersebut. Aktivis anti-korupsi dari Kaukus Global Transparansi, Kennedy Sentosa, mendesak Zulkadir, mantan Sekretaris DPRD (Sekwan) Riau, untuk memberikan penjelasan terkait penggunaan anggaran proyek.
“Sebagai pejabat yang bertanggung jawab, Zulkadir harus menjelaskan kepada publik apa yang sebenarnya terjadi. Berapa banyak anggaran yang sudah dihabiskan, dan mengapa proyek ini tidak tuntas,” tegas Kennedy.
Jejak Proyek yang Hilang. Saat ini, tidak ada jejak fisik proyek eskalator di Gedung DPRD Riau. Bagian tangga depan gedung yang seharusnya menjadi lokasi pemasangan eskalator tampak seperti tidak pernah disentuh proyek tersebut. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa anggaran proyek telah disalahgunakan.
“Ketika sebuah proyek senilai miliaran rupiah dihentikan, seharusnya ada laporanpertanggungjawa ban yang jelas terkait alokasi dan penggunaan dana. Jika tidak ada transparansi, maka ini bisa menjadi indikasi korupsi,” lanjut Kennedy.
Potensi Pelanggaran Hukum. Menurut UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindakan penyelewengan anggaran negara dengan kerugian minimal Rp1 miliar dapat dikenai hukuman penjara maksimal seumur hidup dan denda hingga Rp1 miliar. Jika terbukti ada indikasi korupsi, Zulkadir dan pihak terkait dapat dijerat pidana.
*Banding Kasus Proyek Lain* Kasus ini mengingatkan pada proyek fiktif di Riau lainnya, seperti pembangunan stadion di Kampar yang dihentikan meskipun telah menelan anggaran Rp10 miliar. Dalam kasus tersebut, beberapa pejabat akhirnya dipidana setelah ditemukan bukti korupsi.
Desakan Investigasi Transparan. Masyarakat dan aktivis antikorupsi mendesak penegak hukum, termasuk Kejaksaan Tinggi Riau, untuk segera membuka penyelidikan terhadap proyek eskalator ini. Mereka berharap agar kasus ini tidak berakhir tanpa kejelasan seperti proyek-proyek serupa yang sebelumnya dilupakan publik.
“Proyek ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap uang rakyat jika memang terjadi penyimpangan. Aparat penegak hukum harus segera bertindak sebelum kasus ini hilang begitu saja,” ujar Kennedy Sentosa.
Hingga kini, Zulkadir belum memberikan tanggapan atas desakan publik untuk memberikan penjelasan terkait proyek eskalator DPRD Riau. Publik menunggu tindakan tegas untuk memastikan bahwa kasus ini mendapatkan kejelasan hukum. (*)