RIAUTERBIT.COM - Terlahir sebagai makhluk mulia di muka bumi, manusia diberikan sejumlah amanah yang harus dijalani. Salah satu amanah besar tersebut ialah dengan menjadi khalifah di muka bumi. Khalifah yang memiliki akar kata kha’-lam dan fa yang berarti pengganti; memiliki makna yang lebih makro yakni makhluk Allah yang berkewajiban untuk menjaga dirinya dan memakmurkan atau melestarikan alam sekitarnya. Sehingga, makna khalifah secara definitif ini bukan terbatas pada makna politis (sahabat-sahabat Rasululullah yang terpilih menjadi khalifah). Lebih luas, makna khalifah diartikan sebagai sosok manusia yang bertanggung jawab pada dirinya sendiri, keluarga, juga kepada makhluk lain di bumi yang ia diami. Nah, salah satu tanggung jawab terbesar yang harus ia jaga adalah menjaga kesehatan.
Selain menjadi kebutuhan vital dan mendasar, kesehatan menjadi tolok ukur sukses dan berkembangnya suatu Negara. Tak heran, salah satu indikator dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dinilai dari bagaiamana kondisi kesehatan mayarakat di suatu Negara. Oleh karenanya, kesehatan menjadi indikator yang tak hanya penting, namun memengaruhi indikator lainnya seperti bidang pendidikan dan ekonomi. Bisa dibayangkan jika satu Negara memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun masyarakatnya hidup dengan tingkat kesehatan yang rendah—tentu mereka tidak mampu bekerja dan memberikan kontribusi positif untuk negaranya apalagi bisa mengenyam pendidikan yang baik.
Berbicara soal kesehatan, tentu setiap orang selalu ingin sehat lahir dan batin. Hanya saja, terkadang manusia lalai atas nikmat sehat ini. Bahkan, jauh-jauh hari Rasulullah Saw sudah mewasiatkan bahwa ada dua nikmat yang melenakan manusia yakni nikmat kesehatan dan waktu senggang. Tepat! Dua hal ini sering melalaikan manusia sehingga ia lupa bahwa kesehatan itu harus dijaga dan diupayakan. Karena pentingnya menjaga kesehatan inilah, Alqur’an pun memberikan sejumlah tuntunan bagaimana menjaga kesehatan agar dengan nikmat sehat itu, manusia bisa beribadah bukan hanya ibadah mahdhah secara kuantitas namun juga ibadah-ibadah sosial lain yang tak kalah penting dan berkualitas.
Ada banyak ayat yang membicarakan perihal kesehatan dalam Alqur'an—sekurang-kurangnya ada 318 ayat yang meliputi menjaga kesehatan jasmani (di antaranya memperhatikan makanan dan minuman ada 134 ayat, menjaga kebersihan ada 7 ayat sedangkan tentang istirahat ada 7 ayat). Kedua, anjuran menjaga kesehatan rohani yang di antaranya melaksanakan ibadah sholat berjumlah 84 ayat, menunaikan zakat ada 32 ayat, perintah berpuasa ada 12 ayat serta memohon ampunan dan bertaubat ada 42 ayat.
Dengan demikian, perhatian Alqur'an terhadap kesehatan lebih komprehensif; tak terbatas hanya kesehatan fisik lahir jasmani yang terlihat secara kasat mata, namun juga bagaimana manusia bisa mencapai sehat sebenarnya yaitu sehat secara mental, psikis yang akhir-akhir ini tema kesehatan mental sedang menjadi isu sentral.
Jika kita menelisik lebih dalam, maka ayat yang berkenaan langsung dengan kesehatan fisik salah satunya ialah, “Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S. Al-A’raf 7: 31).
Pada pertengahan hingga akhir ayat pada surah al-A’raf di atas, Allah mengisyaratkan suatu hal yang sangat prinsip dalam kesehatan yaitu pengaturan pola makan dan minum. Ayat ini menurut sejumlah ulama digunakan oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib untuk menjawab bantahan orang Yahudi yang mengatakan kepadanya bahwa dia tidak menemukan satu ayat pun dalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kesehatan. Dengan cerdas Ali bin Abi Thalib menjawab, “Untuk menjelaskan tentang kesehatan secara menyeluruh, Allah, Tuhan kami cukup menjelaskan hanya dalam setengah ayat yaitu, “…Makanlah dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S. Al-A’raf (7): 52)—dimana surah al-A’raf ayat 52 juga memerintahkan untuk makan dan minum dengan satu syarat; TIDAK BERLEBIHAN. Apa makna dari anjuran agar tidak berlebihan tersebut
Ibnu Katsir ketika menafsirkan menukilkan hadis yang diriwayatkan Abu Ya’la bahwa Rasulullah bersabda,“Sesungguhnya termasuk berlebih-lebihan adalah memakan segala makanan yang kau sukai.” Ibnu Katsir juga menyatakan, sebagian ulama salaf mengatakan, Allah menghimpun semua kebaikan dalam separuh ayat ini, yaitu Firman-Nya dalam ayat di atas tentang “makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan.”
Sementara itu, pandangan yang hampir senada diuraikan oleh Imam Bukhari yang mengatakan tentang ayat di atas bahwa Ibnu Abbas berkata, arti yang dimaksud dalam surah Al-A’raf 7:31 ialah makanlah sesukamu dan berpakaianlah sesukamu selagi engkau hindari dua perilaku yaitu berlebih-lebihan dan sombong. Uraian di atas membuktikan bahwa Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah kesehatan karena kini terbukti hampir seluruh penyakit degeneratif bermula akibat makan berlebihan atau pola makan yang buruk. Sehingga, tidak berlebihan jika Alqur’an meletakkan rahasia mencapai kesehatan hakiki bukan di saat manusia telah mencapai usia matang, melainkan jauh-jauh hari sejak di dalam kandungan ibu (melalui pemberian nafaqah yang patut dari sang ayah janin agar sang ibu bisa meningkatkan gizi) juga ketika sang bayi terlahir, orangtua harus memerhatikan asupan gizi sang anak dengan anjuran pemberian ASI, “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna…” (Qs. Al-Baqarah/2: 233).
Kedua, selain anak diberikan gizi sejak bayi, tuntunan berikutnya seperti yang telah tertulis di atas yakni menjaga pola makan seperti yang dianjurkan Rasulullah. Beliau menganjurkan agar makan dengan porsi cukup. “Makanlah sebelum engkau merasa (terlalu) lapar dan berhentilah sebelum merasa kenyang,” sisi baik dari nasihat Rasulullah ini penting, sebab ketika seseorang makan dalam kondisi yang sangat lapar, ia akan sulit mengontrol keinginannnya (terlalu lahap) yang berujung pada begah; susah bernafas. Padahal, tubuh manusia diciptakan Allah 1/3 untuk makan, 1/3 untuk minum dan 1/3 lagi untuk bernafas. Dengan demikian, menghindari makan dan minum dengan porsi berlebihan sejatinya juga bertujuan bukan hanya menghindari naiknya timbangan berat badan namun juga untuk kesehatan pernafasan dan pencernaan.
Tuntunan ketiga yakni terkait dengan kesehatan seksual suami isteri. Al-Qur’an juga menaruh perhatian yang sedemikian besar bahwa ketika seorang isteri sedang haid, sebaiknya suami menahan diri untuk tidak berhubungan badan, ”Sesungguhnya Allah menyukai orang yang taubat dan menyukai orang yang menyucikan diri.” (Qs. Al-Baqarah 2: 222). Penelitian menyebutkan, bahwa berhubungan seksual saat menstruasi mengakibatkan penyakit menular dan infeksi bukan hanya menimpa isteri namun juga suami.
Tuntunan terakhir yakni keempat yang tak kalah penting dengan tiga tuntunan di atas lainnya, yaitu perihal kesehatan mental yang akhir-akhir ini menjadi isu vital dan krusial mengingat dampak merebaknya Covid-19 yang memengaruhi berbagai bidang salah satunya rasa takut kehilangan mata pencaharian— sehingga sulit melihat sisi-sisi baik dari musibah ini. Allah Swt berfirman, “(yaitu) orang-orang yang senantiasa berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (Qs. Ali Imran/3: 134).
Ayat di atas merupakan salah satu rangkaian ayat yang menginformasikan akhlaq mulia yang membawa seseorang masuk ke dalam surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Di antara akhlaq mulia itu adalah kemampuan menahan amarah dan kesediaan memaafkan kesalahan orang lain. Kedua akhlak mulia ini ternyata memiliki efek yang sangat signifikan terhadap kesehatan. Hasil penelitian dari University of California tahun 2012 misalnya, menyebutkan bahwa orang yang dapat menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain memiliki resiko lebih rendah terhadap hipertensi (darah tinggi).
Selain itu, Pakar Psikologi di Virginia Commonwealth University Amerika Serikat, Worthington Junior mempublikasikan hasil penelitiannya pada tahun 2005 di Jurnal Ilmiah Eksplore, tentang hubungan antara memaafkan dan kesehatan yang hasilnya adalah sikap memaafkan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Junior menemukan bahwa orang yang tidak memaafkan atau terbawa kemarahan dan menyimpan dendam terindikasi mengalami penurunan fungsi kekebalan tubuh, tekanan darah lebih tinggi, ketegangan otot dan detak jantung yang terlampau cepat. Sebaliknya sifat memaafkan meningkatkan pemulihan penyakit jantung, pembuluh darah, mengurangi stress serta hubungan relasi sosial yang lebih baik.
Temuan luar biasa mengenai kesehatan mental yang sangat sejalan dengan beberapa tuntunan Alqur’an sebaiknya tidak hanya sampai kepada unsur kognitif (sekedar tahu), namun semoga tuntunan Alqur’an untuk meraih kesehatan yang sebenarnya memotivasi kita semua untuk mau memulai hidup sehat dari menjaga pola makan, lebih peduli dengan kebersihan diri dan lingkungan, juga belajar untuk mudah memberi dan memaafkan! Alhamdulillah, selamat Hari Kesehatan Dunia; semoga kita tak bosan untuk mau berupaya maksimal menjaga nikmat sehat dari-Nya dan Allah menjaga kesehatan kita semua. Aamiin..(rep)