RIAUTERBIT.COM-Pada hari jadi Kabupaten Kampar yang ke 66, kami mencoba meminta masyarakat kalangan bawah untuk berkomentar tentang perjalan Kabupaten Kampar menderu-menderu bergerak ke arah kemajuan.
Namanya Ali Amran, (35) warga Dusun Silang, Desa Salo, kecamatan Salo.
Katanya, pada hari jadi Kabuapetn Kampar ini, dirinya belum berniat untuk mencuri, merampok, atau bahkan menipu. Karena katanya, sampai saat ini ia masih tabah dalam penderitaan walau sering tak beruang karena profesinya sebagai petani karet tidak lagi menjanjikan, walau anaknya sering tak memilki uang jajan ke sekolah, walau lauk-pauk untuk dua putrinya sering tak mencukupi standar gizi layak.
"Getah tak laku, bayangkan dari 15 ribu kini cuma dihargai 3000 an saja," jeritnya.
Amran mengisahkan hidupnya saat ini, disaat hari jadi Kabupaten Kampar, tanah kelahirannya yang ke 66, tak seperti masyarakat pribumi yang harusnya telah merdeka. Karena menurutnya, negara memang sudah merdeka, tapi dirinya mulai terjajah, terjajah penderitaan dan kemiskinan akibat merosotnya harga karet yang dulu membuatnya mampu menafkahi dua anak dan satu istrinya.
"Kini jangankan buat sekolah anak, makan saja susah, beras naik, karet tak laku," tuturnya.
Amran mengatakan , bahwa dia tidak terlalu yakin dengan peran pemerintah untuk melakukan langkah-langkah agar masyarakat petani karet tetap bisa membeli beras, membayar listrik yang kini telah naik, membeli kebutuhan bahan-bahan pokok yang harganya terus naik.
"Sudah hampir 3 tahun harga karet ini terus anjlok, namun apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah ?," ucapnya pesimis.
Amran juga menuturkan perihal penderitaanya sebagai petani karet, apalagi pada saat musim hujan,"lengkap lah sudah penderitaan kami," cetusnya.
Kendati demikian, pada hari jadi Kabupaten Kampar yang ke 66 ini, ia tetap tak lupa mengucapkan selamat hari jadi Kabupaten Kampar.
"Semoga Kampar dan para pejabatnya semakin jaya dan sejahtera. Biarlah kami dengan hidup yang berkesusahan karena harga getah tak laku," tutupnya. (1)
Poto Teks : Ali Amran Saat Ditemui Di Gubuk Kebun Karet Miliknya, Sabtu (6/2).
Karet Tak Laku, Petani Karet Ini Tetap Ucapkan Selamat Hari Jadi Kampar Yang Ke 66
BANGKINANG. Pada hari jadi Kabupaten Kampar yang ke 66, kami mencoba meminta masyarakat kalangan bawah untuk berkomentar tentang perjalan Kabupaten Kampar menderu-menderu bergerak ke arah kemajuan.
Namanya Ali Amran, (35) warga Dusun Silang, Desa Salo, kecamatan Salo.
Katanya, pada hari jadi Kabuapetn Kampar ini, dirinya belum berniat untuk mencuri, merampok, atau bahkan menipu. Karena katanya, sampai saat ini ia masih tabah dalam penderitaan walau sering tak beruang karena profesinya sebagai petani karet tidak lagi menjanjikan, walau anaknya sering tak memilki uang jajan ke sekolah, walau lauk-pauk untuk dua putrinya sering tak mencukupi standar gizi layak.
"Getah tak laku, bayangkan dari 15 ribu kini cuma dihargai 3000 an saja," jeritnya.
Amran mengisahkan hidupnya saat ini, disaat hari jadi Kabupaten Kampar, tanah kelahirannya yang ke 66, tak seperti masyarakat pribumi yang harusnya telah merdeka. Karena menurutnya, negara memang sudah merdeka, tapi dirinya mulai terjajah, terjajah penderitaan dan kemiskinan akibat merosotnya harga karet yang dulu membuatnya mampu menafkahi dua anak dan satu istrinya.
"Kini jangankan buat sekolah anak, makan saja susah, beras naik, karet tak laku," tuturnya.
Amran mengatakan , bahwa dia tidak terlalu yakin dengan peran pemerintah untuk melakukan langkah-langkah agar masyarakat petani karet tetap bisa membeli beras, membayar listrik yang kini telah naik, membeli kebutuhan bahan-bahan pokok yang harganya terus naik.
"Sudah hampir 3 tahun harga karet ini terus anjlok, namun apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah ?," ucapnya pesimis.
Amran juga menuturkan perihal penderitaanya sebagai petani karet, apalagi pada saat musim hujan,"lengkap lah sudah penderitaan kami," cetusnya.
Kendati demikian, pada hari jadi Kabupaten Kampar yang ke 66 ini, ia tetap tak lupa mengucapkan selamat hari jadi Kabupaten Kampar.
"Semoga Kampar dan para pejabatnya semakin jaya dan sejahtera. Biarlah kami dengan hidup yang berkesusahan karena harga getah tak laku," tutupnya. (1)