Ke-Bhinekaan Indonesia Pra MEA

Ke-Bhinekaan Indonesia Pra MEA
Foto : Herikson Rosxli

Oleh : Herikson Rosxli

RIAUTERBIT.COM-Indonesia adalah sebuah bangsa yang unik. Bangsa yang terdiri dari beragam suku, bahasa, ras dan agama yang tersebar di ribuan Pulau terdalam hingga terluar Indonesia. Kekayaan ini selayaknya menjadi kebanggaan kita bersama. Tetapi, kebanggaan ini akan tidak bermakna apabila kebhinekaan yang terajut ini tidak terkelola dengan baik. Mengutip perkataan senior kita, kakanda Muhammad Jusuf Kalla diharian Kompas,

“Untuk mewujudkan suatu kebhinekaan yang kuat ditengah berbagai keragaman suku bangsa di Indonesia, dibutuhkan keikhlasan dari setiap komponen bangsa”.
 
Ikhlas disini dimaksudkan untuk bisa menerima dan memberi sesuatu bagi perbaikan dan persatuan bangsa. Beliau mengilustrasikan, Orang Bugis, Batak, Sunda dan suku-suku lain yang berada diluar pulau Jawa bisa menerima Presiden Republik Indonesia yang sejak merdeka 70 tahun silam hingga saat ini, berasal dari suku Jawa. Disitulah Kebhinekaan yang membutuhkan keikhlasan tercermin. Dengan berbagai keragaman yang ada, justru kebudayaan Indonesialah yang dapat mempersatukan bangsa seperti gado-gado. Semua sayur tetap pada bentuk masing-masing, bumbu kacanglah yang mempersatukan nya. Tidak seperti TAPAI, mencampurkan ubi kayu dengan ragi agar menjadi makanan beralkohol. Setelah membahas ranah dalam negri, belakangan ini kita dipaksa untuk berhadapan dengan ranah yang lebih luas, mencakup kawasan ASEAN dengan program Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dikenal juga dengan istilah Asean Economic Comunity yang sah diberlakukan 31 Desember 2015 lalu. Lantas seperti apa kebhinekaan Indonesia sebelum MEA menapakkan jejaknya ?

Banyak hal yang melatar belakangi lahirnya MEA. Ini merupakan pelaksanaan kesepakatan dari Negara-negara anggota ASEAN dalam mencapai kesetaraan ekonomi kawasan seperti yang terjadi pada Uni Eropa. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kuala Lumpur tahun 1997, para pemimpin ASEAN memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur dan kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang adil dan mengurangi kemiskinan serta kesenjangan sosial-ekonomi (Visi ASEAN 2020). Pada KTT Bali tahun 2003, para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa MEA akan menjadi tujuan integrasi ekonomi kawasan ditahun 2020. Pada KTT ASEAN ke 12 tahun 2007, para pemimpin ASEAN menegaskan komitmen mereka yang kuat untuk mempercepat pembentukan komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang diusulkan di Visi ASEAN 2020 dan ASEAN Concord II serta menandatangi Deklarasi Cebu tentang percepatan pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015. Dengan diberlakukannya MEA, maka terjadi perdagangan bebas barang, jasa, investasi dan tenaga kerja terampil serta tidak menutup kemungkinan lahirnya Mata Uang Tunggal ASEAN.  

Kebhinekaan merupakan realita bangsa yang tidak dapat dipungkiri. Untuk mendorong lahirnya perdamaian dalam kehidupan bangsa dan bernegara. Kebhinekaan harus dimaknai melalui paham multicultural dan paham spiritual. Multikulturalisme sebagai primordialisme masih sebatas realita sosial, bukan ideologi. Hubungan kelompok masih bersifat homogeny. Padahal, andai Multikultural telah menjadi ideology, maka seharusnya pola hubungannya pun tidak lagi invasi melainkan memasuki area Konvergensi. Kejadian Poso, Bom Bali, Tragedi Mesuji dan rentetan kejadian lainnya yang berujung pada fisik bahkan maut menunjukkan tergerusnya rasa keberadaan keragaman Indonesia. Padahal seluruh agama yang ada di Indonesia tidak ada yang memberi ruang sedikitpun untuk terjadinya kekerasan.

Berbagai konflik dengan macam-macam motif kerap kali terlihat oleh kedua pasang mata kita, dibalik layar kaca misalnya. Miris hati ketika tahu bahwa pemerintah lah yang menjadi Aktornya. Maka wajar jika banyak kekacauan yang kita saksikan, sebab pemerintah pun tak becus mengurus dirinya sendiri. Sebut saja Dualisme Golkar kubu Aburizal dengan kubu Agung Laksono, kasus Nova Setyanto yang belakangan sempat membuat public geram dan sederet kekacauan lainnya. Konsekuensinya, pemerintah belum dapat merajut kesatuan bangsa agar tidak lagi terjadi perseteruan sesama anak bangsa. Konflik sepele seperti perpecahan rasa persatuan dikalangan Mahasiswa hanya karna beda latar belakang organisasi juga perlu mendapat perhatian serius. Banyak kejadian, karna perbedaan latar belakang organisasi mahasiswa terjebak dalam pertengkaran sesama mahasiswa. Jika perpecahan dikalangan mahasiswa tersebut terus dibiarkan, dapat diterka bahwasan nya Indonesia kedepan akan tetap diwarnai konflik berkepanjangan karna pemuda adalah regenerasi tongkat estafet kepemimpinan dimasa mendatang. Jadi, maraknya konflik sesama anak bangsa ini bukan hanya karna rendahnya kesadaran mereka terhadap Kebhinekaan yang ada, ini juga terjadi karna kurangnya tindakan tegas dari Lembaga Keamanan Negara. Seharusnya, pemerintah melalui Lembaga Keamanan Negara selaku mediator dapat bertindak tegas agar konflik tidak lanjut berkepanjangan.

Sangat disayangkan, bila Mahasiswa sering berpecah belah hanya karna kepentingan politis yang sama sekali tidak ada relevansinya dengan problem masyarakat. Mereka terjebak dalam kepragmatisan politik, hingga membuat mereka lupa akan tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat. Mengingat, Mahasiswa sebagai agen of change, agen of social control, pejuang masa depan dan dipundak merekalah bertumpuk segala cita dan harapan masyarakat. Wajah Indonesia beberapa tahun mendatang tercermin dari semangat para pemuda saat ini. Kemakmuran bangsa juga tergantung daripada komitmen pemuda saat ini. Maka menurut penulis, dirasa sangat perlu untuk membangun karakter jiwa secara berkesinambungan pada diri mahasiswa agar memiliki rasa Nasionalisme yang tinggi. Mereka harus paham bagaimana menggerakan rasa persatuan bangsa sesuai amanah Pancasila. Mengingat mahasiswa adalah kaum Intelektual yang bisa bergerak kemanapun, baik berkecimpung di pemerintahan elite atau menjadi masyarakat tingkat rendah sekalipun, sangat dibutuhkan peran mahasiswa untuk mengawal terwujudnya kesatuan dan persatuan dalam bingkai keragaman yang terdapat pada bangsa kita. Mereka sebagai kaum terdidik harus mampu menjadi inspirator atau contoh teladan bagi masyarakat untuk bisa menjadi sosok yang berkarakter Pancasila. Dalam hal ini perlu diperkokoh dengan Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila.

Ditengah carut marutnya kesatuan dan persatuan bangsa, solusi yang cocok untuk ditawarkan ialah penetrasi kedalam Dunia Pendidikan. Terlebih, ditahun yang baru ini kita dihadapkan pada suatu keadaan yang memaksa kita untuk meningkatkan kualitas diri. Dalam program Asean Economic Community, kita dituntut untuk lebih kreatif, terampil dan kompetitif mengingat dengan disahkan nya Masyarakat Ekonomi Asean ini, yang menjadi competitor baik di perusahaan barang, jasa maupun teknologi adalah orang-orang yang berasal dari Negara-negara anggota ASEAN. Di dunia pendidikan inilah pola pikir dan karakter anak bangsa diasah. Pendidikan harus mampu menciptakan kader pemimpin bangsa yang berjiwa Pancasila. Penulis meyakini bahwasan nya segala persoalan bangsa dapat teratasi oleh nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sebagai contoh, pecahnya persatuan bangsa jelas sangat bertentangan dengan sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia. Proses ini memerlukan peran dunia pendidikan untuk dapat mengimplementasikan pendidikan karakter berbasis pancasila ini sejak tingkat dasar hingga ke tingkat perguruan tinggi. Sebuah pendidikan yang tidak hanya mengedepankan aspek kognitif, namun juga mengutamakan aspek afektif dan psikomotorik kaum pelajar dengan basis Pancasila. Dengan demikian, anak anak bangsa sudah terbiasa dengan nilai-nilai Pancasila yang menekankan persatuan dan kesatuan bangsa walaupun kita hidup dalam Kebhinekaan. ( Penulis Adalah Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Pekanbaru Komisariat Disaint UIN Suska Riau ).
 

Berita Lainnya

Index