Milad HMI Ke-69

Revitalisasi Arah Gerakan Perkaderan HMI, Mewujudkan Insan Cita HMI Sebagai Kader Muslim Intelektual

Revitalisasi Arah Gerakan Perkaderan HMI, Mewujudkan Insan Cita HMI Sebagai Kader Muslim Intelektual
Munawir Mattareng

Oleh: Munawir Mattareng (Ketua Badko HMI Riau-Kepri 2013-2015)

Sekitar 69 tahun tepatnya 5 Februari 1947  (Himpunan Mahasiswa Islam) HMI berdiri yang di prakarsai oleh Lafran Pane, cukup tua sebagai organisasi mahasiswa. HMI berstatus sebagai organisasi kader dan , berperan sebagai organisasi perjuangan yang bersifat independent. Dalam perjalanannya HMI tidak terlepas dari kritik terhadap pola perkaderannya selama ini, dan sejauh mana peran HMI mampu mencetak kader-kader bangsa yang berkualitas.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang belum terperdaya. Sedangkan arah adalah petunjuk, sedangkan gerakan social (social movement) adalah aktivitas social berupa gerakan sejenis tindakan sekelompok yang merupakan tindakan kelompok informal yang berbentuk organisasi yang mengkampanyekan perubahan.
Orientasi HMI

HMI adalah organisasi pengkaderan, artinya HMI adalah wadah pencetak kader bangsa yang berkualitas, mempunyai sumbangsih yang nyata terhadap bangsanya, seimbang dan terpadu antara pemenuhan tugas duniawi dan ukhrawi. HMI mencetak kader yang dibutuhkan bangsa. Bagaimana seharusnya peran HMI dalam mencetak kadernya ?

Tujuan HMI telah terumus dalam AD.ARTnya yaitu:  “terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di ridhoi Allah SWT.”
Komisariat; Tempat Mengkader Diri

Pengkaderan di Komisariat adalah ujung tombak dan awal pembentukan kader-kader HMI, bermutu atau tidaknya kader tergantung pada proses pengkaderan dia di komisariat HMI. Untuk mewujudkan kader  berkualitas, komisariat harus mampu mewujudkan tradisi akademis yang kondusif untuk pengembangan kapabilitas dan mentalitas kader. Jadikan komunitas adalah kampus kedua setelah kampus formal yang kita masuki.
HMI adalah sebuah organisasi pengkaderan, ada tradisi akademis yang dikembangkan HMI. Tradisi yang harus dikembangkan adalah:

1.    Tradisi Membaca
2.    Tradisi Berdiskusi
3.    Tradisi Meneliti

Jika tradisi ini tidak ada di Komisariat, maka saya sarankan untuk mencari organisasi selain HMI

HMI dan Miniatur Masyarakat

HMI adalah komunitas intelektual, sebuah komunitas menuntut kita untuk belajar hidup bersama, bagaimana membangun komunikasi dengan orang lain, bagaimana kita saling menghargai satu dengan yang lain. Para kadernya akan disodorkan sebuah miniatur masyarakat yang akan mereka hadapi. Para kader akan belajar untuk memanajemen diri sendiri, mengatur orang lain (memimpin), mengelola sebuah komunitas, menyelenggarakan sebuah kegiatan dan sebagainya.

Sebuah organisasi tidak akan terhindar dari konflik, oleh karena itu HMI adalah sebuah tempat untuk mengatasi konflik dan memecahkan masalah secara bersama-sama atau secara individu. Ini adalah tempat kita mengkader diri, jika kita terjun langsung di tengah masyarakat kita akan kaget dengan realitas yang majemuk dan problem yang komplek, kita sudah membekali diri dengan keterampilan untuk memecahkan masalah secara bijaksana. Maukah kita mengkader diri dengan baik di HMI ?

Kualitas Insan Cita HMI

Insan Cita HMI adalah kualitas kepribadian para kader, dengan tiga aspek:

1.    Kualitas insan akademis, intelektual, berfikir rasional, kritis, berpengetahuan luas, objektif.
2.    Kualitas insan pencipta, kreatif, inovatif, terbuka, mau mengembangkan diri mempunyai motivasi berkarya yang tinggi.
3.    Kulitas insan pengabdi yang bernafaskan Islam; bersungguh-sungguh mewujudkan cita-cita dan ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan sesama, ikut bertanggung jawab terciptanya lingkungan yang baik adil dan makmur.

Dengan kata lain kualitas insan cita adalah intelaktual plus kesadaran, intelektual plus ketaqwaan, dan intelektual plus kesolehan-kearifan. Kualitas ini terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari dan melekat dalam setiap diri kader yang selanjutnya mengambil perannya dalam bidang masing-masing.
Besar harapan kualitas pengkaderan HMI harus dikembalikan kepada semangat dari para pendiri, sehingga kader-kader HMI benar-benar menjadi sang pembaharu yang mampu memecahkan problem umat, bukan menjadi trouble maker atau menjadi bagian dari problem bangsa ini.

Terjebak Kepada Politik Praktis

Kader HMI telah memegang paranan yang beragam dalam kehidupan berbangsa ini, baik,  dalam wilayah akademis, keagamaan, masyarakat, bidang kesehatan, politik, birokrasi dan lain sebagainya, tetapi sebagian besar pengamat orientasi pengkaderan HMI sudah tidak seperti awal berdirinya HMI, HMI hanya tertarik dan cenderung mencetak kader-kadernya kearah politik praktis dari pada kearah akademisi. Nur Cholis Madjid mengatakan “bubarkan HMI” cukup beralasan karena  antusias kader HMI ke arah politik lebih dominan dari pada ke tema yang lain.


Antusias ke dunia politik tidaklah salah dan tidak larangan bagi kader HMI, yang jadi masalah adalah pengkaderan ini janganlah diarahkan sepenuhnya kewilayah politik praktis, tetapi harus didasarkan kepada semangat perjuangan yang benar-benar bertanggung jawab untuk menciptakan masyarakat adil makmur, penuh kearifan berperadaban tinggi yang diridhoi Allah SWT. Itulah tujuan HMI.

Memahami Sejarah sebagai Gelombang, Mengapa Harus Sejarah

Menulis politik Indonesia adalah sebuah tantangan tersendiri. Tulisan politik dengan mudah dibagi menjadi dua: analisir para pengamat yang dingin dan berjarak, atau pamphlet kampanye yang ditulis oleh politisi yang sedang “jual kecap”.


Sebenarnya kita mengenal banyak karya tulis politik berupa curahan gagasan yang mendalam, filosofis dan bernilai intelektual tinggi. Namun makin hari, ruang untuk melakukan elaborasi gagasan yang mendalam di ruang politik semakin sulit. Media lebih gemar mempertontonkan perdebatan isu actual dan persaingan sound byte dalam durasi atau ruang yang sangat pendek. Politisi pun lebih sering menggunakan iklan yang berangkat dari strategi “pencitraan”.

Artinya yang ia kirimkan adalah citra yang ia ingin bangun ke dalam benak khalayak. Kerap kali citra yang dibangun itu seperti sayap kupu-kupu yang indah dipandang, namun rapuh dan luruh ketika disentuh. Sejarah mencakup tiga hal: kronologi, biografi, dan mitos. Melalui kronologi kita bisa mempelajari  pertautan antara peristiwa yang satu dengan yang lain, dan memahami betapa perubahan tidaklah berlangsung di ruang vakum. Boigrafi member pelajaran tentang manusia sebagai sobjek aktif sejarah. Saya tidak ingin berdebat tentang determinisme sejarah Marxis yang menyimpulkan bahwa gerak sejarah manusia melulu disebabkan oleh pertentangan kelas.

Saya hanya merasa lebih bisa memetik pelajaran ketika melihat manusia sebagai sobjek yang aktif dan mengambil kendali atas nasibnya sendiri. Manusia melakukan perubahan, menciptakan penemuan, menghasilkan kesejahteraan, karena aktif bertindak dan tidak bersikap “pasrah” terhadap tempatnya di dalam gerak sejarah.

Terakhir, mitos adalah pengetahuan awal yang perlu diuji oleh waktu agar terbukti kebenaran atau kesalahannya. Ketiga aspek dalam sejarah ini bisa dijadikan sebagai landasan untuk bertindak di masa depan.

Mengapa saya menulis dengan persepektif revitalisasi ?

Saya menulis dengan persepktif revitalisasi dalam tulisan ini karena ketika kita melihat arah gerakan secara menyeluruh, realitas yang terangkup akan semakin luas. Kita dapat melakukan pendekatan holistic dan bukan semata diagnostic dalam memahami revitalisasi gerakan perkaderan HMI sebagai bagian dari kekuatan Indonesia, tentunya tidak berlebihan jika saya mengingatkan kembali apa yang dikatakan oleh Jendral Besar Sudirman, bahwa HMI adalah harapan masyarakat indonesai.

Jika kita melihat rentan sejarah, kita akan mempelajari bahwa dinamika perubahan sosial merupakan interaksi dari empat elemen utama: manusia, ide, ruang, dan waktu . Manusia adalah pusat dari perubahan karena ia adalah pelaku atau actor dimana ruang dan waktu adalah tempat pertunjukannya.


Ide menjadi penggerak manusia, terutama kader HMI dalam seluruh ruang dan waktunya. Setiap kali ada perubahan yang penting dalam ide-ide perkaderan, maka kita akan menyaksikan perubahan besar dalam masyarakat mengikutinya. Manusia bergerak dalam ruang dan waktu secara dialektis, antara tantangan dan respon terhadap tantangan tersebut.

Idea tau gagasan yang memenuhi benak manusia merupakan manifestasi dari dinamika dialektis itu.
Hidup Manusia bergerak dan terus bertumbuh karena ia merespon tantangan disekelilingnya. Hasil dari respon baru itu selanjutnya melahirkan tantangan-tantangan baru yang menuntut respon-respon baru. Begitu seterusnya.  


Editor : Alamsah, SH


 

Berita Lainnya

Index