Ostar Gantikan Beny Siswanto Sebagai Kasi Pidsus Kejari Bangkinang, Incar Kasus Kelas "Teri"

Ostar Gantikan Beny Siswanto Sebagai Kasi Pidsus Kejari Bangkinang, Incar Kasus  Kelas
Ikan Teri Medan Jatah Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Bangkinang yang baru, Ostar Al Pansri (Ilustrasi Ironis)

RIAUTERBIT.COM- Jumlah Alokasi Dana Desa (ADD) yang mengalami peningkatan signifikan tampaknya menjadi alasan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Bangkinang yang baru, Ostar Al Pansri. Padahal masih banyak pekerjaan rumah (PR) kasus kakap yang diduga macet selama ditangan kasi pidsus sebelumnya, namun anehnya jaksa yang satu ini lebih melirik kasus 'kroco' alias kelas teri.

Menurutnya pengelolaan dana itu sangat rawan diselewengkan. Ostar menjelaskan, faktor utama terjadinya praktik korupsi dalam pengelolaan dana ADD adalah sumber daya manusia (SDM). Perangkat desa memiliki pemahaman yang minim untuk mengelola keuangan desa secara baik.

"Jadi, banyak Kepala Desa yang tidak paham mengelola keuangan desa. Apalagi uang se-gede seperti sekarang ini. Seperti Kades (Kepala Desa) di Jawa itu, banyak yang nggak ngerti," ujar mantan Kepala Seksi Intelijen Kejari Sumedang, Jawab Barat ini di sela-sela Serah Terima Jabatan (Sertijab) dari Beny Siswanto, Kamis (28/1/2016) siang.

Ostar menambahkan, faktor terjadinya patgulipat dana ADD juga dilatarbelakangi niat perangkat desa. Menurut dia, ada Perangkat Desa nakal yang menjadikan kenaikan dana ADD sebagai kesempatan untuk memperkaya diri.

Ditanya pendapatnya terhadap tindak pidana korupsi di Kampar, Ostar tak memberi jawaban yang gamblang. Sejauh pengamatannya, kata dia, kampar sepertinya baik-baik saja. Namun ia meyakini adanya praktik korupsi di Kampar. Sama seperti daerah lain di Indonesia.

"Semua daerah ada. Di mana-mana pasti ada (korupsi)," ujar pria yang pernah menjabat Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Siak ini.

Ostar menuturkan, modus operandi tindak pidana korupsi sejah dahulu masih bertahan hingga kini. Misalnya, permainan dalam pengerjaan proyek pada instansi pemerintahan.

"Mark-up (dana proyek) masih ada juga sampai sekarang," kata Ostar. Selain itu, modus korupsi menerima gratifikasi dan anggaran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya. (*)

Berita Lainnya

Index