Pekanbaru – Ribuan tenaga honorer di Riau berencana menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Riau, Jalan Sudirman, Pekanbaru, pada Senin, 10 Maret 2025. Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap penundaan pengangkatan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahun Anggaran 2024.
Para peserta aksi mendesak Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) untuk segera mencabut surat edaran terkait penyesuaian jadwal pengangkatan CASN/PPPK. Mereka menilai kebijakan tersebut berdampak buruk bagi tenaga honorer, terutama kategori R2 dan R3, yang selama ini berharap diangkat sebagai ASN atau PPPK penuh waktu.
Penundaan pengangkatan CASN dan PPPK 2024 didasarkan pada Surat Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 6610/B-KS.04.01/SD/K/2024. Surat tersebut mengatur penyesuaian jadwal seleksi pengadaan PPPK Tahun Anggaran 2024, yang berimbas pada ketidakpastian status tenaga honorer.
Sebelumnya, pada 3 Februari 2025, tenaga honorer R2 dan R3 telah menggelar aksi serupa di Jakarta. Mereka menolak skema pengangkatan PPPK paruh waktu yang diatur dalam Keputusan Menpan RB Nomor 16 Tahun 2025. Dalam aksi tersebut, mereka mengajukan lima tuntutan utama, termasuk permintaan untuk diangkat sebagai PPPK penuh waktu serta menolak kebijakan yang dianggap merugikan.
Nasib Honorer Dipertaruhkan
Aksi di Pekanbaru ini merupakan kelanjutan dari perjuangan tenaga honorer di berbagai daerah untuk mendapatkan kepastian status dan kesejahteraan dalam sistem kepegawaian nasional. Para peserta aksi menegaskan bahwa nasib mereka dipertaruhkan akibat ketidakjelasan kebijakan pemerintah.
Salah satu peserta aksi, yang merupakan tenaga honorer di salah satu instansi pemerintahan di Riau, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kebijakan ini.
"Kami sudah mengabdi bertahun-tahun, tapi status kami masih digantung. Jika pemerintah terus menunda pengangkatan, bagaimana nasib kami?" ujar seorang tenaga honorer yang enggan disebutkan namanya.
Mereka berharap aksi ini bisa mendapatkan perhatian serius dari pemerintah pusat, terutama Menpan RB dan BKN, agar segera merevisi kebijakan yang dinilai merugikan ribuan tenaga honorer di Indonesia. (rls)