KAMPAR – Warga Desa Kasikan, Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap hasil lelang kebun kelapa sawit Tanah Kas Desa (TKD) yang dinilai tidak transparan. Mereka menduga adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana hasil lelang tersebut, yang justru lebih banyak dinikmati oleh oknum tertentu daripada digunakan untuk kepentingan masyarakat.
"Tanah Kas Desa itu aset desa, seharusnya digunakan untuk menambah pendapatan asli desa dan kepentingan masyarakat, bukan dinikmati oleh segelintir orang," ungkap salah seorang warga yang enggan disebut namanya, Senin (27/1/2025).
Salah satu warga menjelaskan bahwa kebun sawit tersebut dilelang secara terbuka, dengan pemenangnya merupakan warga Desa Kasikan yang menawar Rp 180 juta per tahun untuk kontrak lima tahun sejak Januari 2025. Total nilai kontrak mencapai Rp 900 juta dengan pembayaran bertahap: 50 persen di awal, 30 persen, lalu 20 persen.
Namun, warga mempertanyakan keputusan PJ Kepala Desa (bukan Kades definitif) yang tetap membuat kontrak jangka panjang. Menurut mereka, seharusnya kontrak hanya berlaku selama masa jabatannya. Yang lebih mengejutkan, dana 50 persen dari pembayaran awal diduga langsung dibagi-bagi kepada beberapa pihak, termasuk Ninik Mamak 15 persen, BPD 15 persen, dan aparatur desa 20 persen, tanpa tersisa di rekening desa. Ninik Mamak 11 orang disebut menerima masing-masing Rp 18 juta, BPD 9 orang menerima Rp 10 juta per orang. Sementara aparat desa seperti RT, RW, Kadus, dan Kaur Desa masih menunggu bagian mereka.
Selain itu, warga menyoroti sistem pembayaran yang tidak melalui rekening desa, melainkan dibayarkan secara tunai dan dibagi oleh beberapa oknum yang mengatasnamakan unsur pimpinan desa. Keputusan pembagian ini juga diduga dibuat tanpa melalui musyawarah desa, melainkan hanya ditentukan oleh segelintir orang.
Seorang tokoh masyarakat berinisial PA membantah tudingan tersebut. Menurutnya, dana yang dibagikan hanya dari hasil kontrak sawit atas nama Ninik Mamak, sedangkan kontrak sawit desa masih dalam pembahasan bersama BPD.
Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp pada Selasa (28/1/2025), PJ Kades Kasikan, Hermansyah, S.Pd, M.Pd, tidak memberikan respons. Ketua BPD Desa Kasikan, H. Mawardi, juga enggan memberikan keterangan lebih jauh. "Itu urusan desa, bukan urusan saya. Warga harusnya bertanya dulu ke RT, RW, Kadus, atau Ninik Mamak, bukan ke media," ujarnya.
Pihak Inspektorat Kabupaten Kampar, melalui Rainol DS, ST, MIP, menyatakan akan meminta keterangan dari PJ Kades terkait dugaan penyimpangan ini. "Saya belum tahu kebenarannya, tapi nanti akan kami mintai keterangan dari PJ Kadesnya," jelasnya.
Sebagai informasi, pengelolaan TKD diatur dalam Permendagri No. 1 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa TKD harus dikelola untuk kepentingan desa, bukan kepentingan pribadi. Beberapa ketentuan penting dalam regulasi ini antara lain Pasal 6 ayat (1) yang menyebutkan bahwa TKD wajib disertifikasi atas nama pemerintah desa, Pasal 11 yang mengatur bahwa pemanfaatan TKD harus dilakukan dengan mekanisme sewa atau kerja sama pemanfaatan, serta Pasal 28 dan 34 yang mengatur pemanfaatan TKD melalui skema bangun guna serah atau kerja sama dengan masyarakat.
Tanah Kas Desa merupakan salah satu sumber pendapatan asli desa yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Jika benar ada penyimpangan dalam pengelolaannya, maka dapat berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum bagi pihak-pihak terkait.
(Edy Lelek)