Jejak Sawit Ilegal, Sidak Bupati Kuansing Ungkap Praktik di PT GSL

Jejak Sawit Ilegal,  Sidak Bupati Kuansing Ungkap Praktik di PT GSL

Kuantan Singingi, Riau – Langkah tegas diambil Bupati Kuantan Singingi (Kuansing), DR. Suhardiman Amby, yang langsung memimpin inspeksi mendadak (sidak) ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Gemilang Sawit Lestari (GSL) di Desa Lebuh Lurus, Kecamatan Inuman. Sidak ini mengungkap praktik penampungan buah sawit ilegal yang diduga berasal dari kawasan hutan, termasuk kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).

(Operasi pemantauan dilakukan secara sistematis)

“Hasil sidak ini menunjukkan pelanggaran serius. Penampungan buah sawit dari kawasan hutan adalah tindakan yang melanggar hukum,” tegas Suhardiman Amby, di sela-sela sidak tersebut.

Pantauan Sejak Awal

Bupati mengungkapkan bahwa pihaknya telah memantau aktivitas pengangkutan buah sawit tersebut sejak awal. “Operasi pemantauan dilakukan secara sistematis. Mobil pengangkut buah kami awasi mulai dari Basrah. Dokumentasi berupa foto dan video telah kami kumpulkan, mulai dari pengangkutan hingga tiba di PT GSL,” jelas Suhardiman.

Menurut Bupati, buah sawit ilegal itu diketahui milik seseorang bernama Marpaung, yang berasal dari kawasan Tesso Nilo. “Buah ini milik Marpaung dari kawasan Tesso Nilo. Aktivitas seperti ini tidak bisa dibiarkan, dan kami pastikan akan ada tindakan tegas,” katanya.

Azas Keterlanjuran Sudah Berakhir. Dalam sidak tersebut, Bupati mengingatkan bahwa kesempatan untuk mengurus azas keterlanjuran telah berakhir. “Batas waktu terakhir adalah 30 November 2024, sesuai Undang-Undang Cipta Kerja. Jika tidak diurus, maka statusnya tetap ilegal dan harus ditindak,” ujar Suhardiman.

Ia juga menegaskan akan membawa kasus ini ke proses hukum lebih lanjut, termasuk meninjau ulang izin operasi PT GSL. “Jika terbukti melanggar, izin pabrik bisa kami cabut. Dokumen AMDAL mereka juga akan kami tinjau ulang,” tambahnya.

Peringatan Keras bagi Perusak Hutan. Bupati memberikan peringatan tegas kepada siapa saja yang terlibat dalam perusakan hutan di Kuansing. “Jangan main-main dengan hukum. Ini adalah bagian dari komitmen kami untuk menyelamatkan hutan. Siapa pun yang melanggar aturan akan kami tindak tegas,” ujarnya.

Meski demikian, Suhardiman menegaskan bahwa Pemda Kuansing mendukung aktivitas berkebun yang dilakukan secara legal. “Jika diperoleh melalui program TORA atau izin resmi lainnya, silakan berkebun. Yang penting, caranya harus legal dan tidak melawan hukum,” katanya.

Ia juga mendorong masyarakat untuk memanfaatkan hutan secara bijak melalui program-program seperti Perhutanan Sosial atau sertifikat TORA. “Hutan adalah aset bersama. Pemanfaatan yang legal, seperti melalui Perhutanan Sosial atau TORA, bisa dilakukan tanpa merusak lingkungan,” tambah Suhardiman.

Sanksi Berat Menanti Pelanggar. Bupati memaparkan dasar hukum yang mengatur pelanggaran semacam ini. Sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 78 ayat (5), setiap orang yang mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan tanpa izin dapat diancam pidana penjara hingga 5 tahun dan denda hingga Rp2,5 miliar.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan mengatur sanksi pidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar. Pelanggaran di kawasan konservasi, sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati, juga dapat dikenakan hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda hingga Rp200 juta.

Komitmen untuk Menyelamatkan Hutan. Suhardiman memastikan bahwa langkah ini adalah bagian dari komitmen Pemda Kuansing untuk melindungi lingkungan. “Kami tidak akan toleransi terhadap perusak hutan. Semua pelanggaran akan kami proses sesuai hukum demi menyelamatkan masa depan lingkungan kita,” pungkasnya. (Rls)

Berita Lainnya

Index