RIAUTERBIT.COM- Sebut ivent pacu jalur sebagai pemborosan anggaran dan hanya menguntungkan orang luar, pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) 2024-2029 Halim-Sardiyono, lukai hati ribuan masyarakat Kuansing.
"Pemborosan anggaran dan hanya menguntungkan orang luar" demikian disampaikan Halim dalam debat publik di hotel Primer Jalan Sudirman Pekan Baru,Kamis (14/11/2024).
Paslon Halim- Sardiyono terlihat gagab kurang menguasai bahan saat memaparkan visi misi, selain itu juga sering blunder menjawab pertanyaan dari paslon lain.
Dalam penyampaian Visi misi Halim mengatakan ia dan pasangannya Sardiyono akan mewujudkan Kuansing Hebat dan Sejahtera dengan 3 (Tiga) program unggulan yang akan diberikan kepada masyarakat Kuansing bagian dari program unggulannya adalah menutup pacu jalur dan menutup peti.
"Sekarang ini setiap bulan pacu jalur, dua kali seminggu itu akan menggerus uang masyarakat" katanya.
Memurut Halim Kepala Desa di Kuansing biang kerok membuat rakyat miskin karena masyarakat yang seharusnya bekerja tidak bisa bekerja dipaksa untuk ikut pacu jalur.
"Kalau tidak mau ikut diancam dana PKH akan dipotong, ini fakta terjadi di Kuansing" beber Halim.
Paslon Halim juga menilai bahwa mayarakat Kuansing rugi akibat yang berdagang itu adalah orang luar sementara yang belanja itu masyarakat Kuansing. Setidaknya mayarakat perorang menghabiskan uang Rp 100 perhari. Maka Rp 100ribu dikali 5000 orang warga yang belanja kerugian APBD kita Rp 500 juta perhari.
Paslon nomor urut dua Adam Sutoyo sependapat dengan Halim bahwa sekarang ini banyak PNS yang tidak bekerja karna dipaksa untuk nonton pacu jalur, maka pacu jalur selama ini membuat anak-anak Kuansing menjadi bodoh karena guru guru sering tidak masuk mengajar karna sibuk nonton pacu jalur.
Menanggapi hal ini Paslon SDM mengatakan bahwa hal ini karena kedua paslon belum mengerti soal budaya yang harus dijaga. Ekonomi rakyat berputar dan Kuasing saat ini masuk dalam Top Event Karisma Event Nusantara 2024.
"Setidaknya pada agustus lalu, enam hari saja putaran ekonomi rakyat memcapai Rp 191 miliar, jadi even pacu jalur harus tetap kita jaga dan lestarikan" tegasnya.
Menanggapi hal ini salah seorang Kades di Kuasing yang tak mau namanya di tulis mengatakan bahwa pendapat Halim yang menuding Kades Kades di Kuansing memaksa mayarakat ikut ivent pacu jalur adalah tidak benar.
"Disini bagi masyarakat pacu jalur sudah mendarah daging dan sudah menjadi budaya sudah ratusan tahun, mana mungkin mereka merasa terpaksa ikut nonton pacu jalur, halim dan adam kami nilai sama sama tidak mengerti akar budaya masyarakat Kuasing" katanya.
Menurutnya Paslon Halim jangan menyebar berita hoax mengatakan Kades mengancam potong dana PKH kalau tidak mau ikut nonton pacu jalur.
"Anda sudah melukai hati rakyat dan ratusan Kepala Desa serta puluhan ribu anak kemanakan negri yang beradat ini, pernyataan Halim sangat tendensius dan cendrung mengandung ujaran kebencian terhadap Kades, padahal selama ini kami tidak punya masalah dengan anda, kenapa kami yang diserang" tanya Kades.
Sejarah Jalur
Sebagaimana diketahui pacu jalur menjadi kebanggaan masyarakat Kuansing ini bermula pada abad ke-17, menurut laman resmi Kabupaten Kuansing. Perahu tradisional ini awalnya merupakan sarana transportasi utama warga desa di Rantau Kuantan yang berada di sepanjang Sungai Kuantan. Sungai ini terletak di Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu hingga Kecamatan Cerenti di hilir.
Jalur dibuat dari satu pohon tanpa sambungan. Bentuknya panjang. Sebelum mengambil kayu besar, seluruh masyarakat harus melakukan ritual terlebih dahulu. Tujuannya untuk menghormati dan meminta izin kepada hutan belantara saat mengambil kayu yang besar.
Satu jalur bisa menampung 40 hingga 60 orang. Selain untuk transportasi penduduk, jalur juga menjadi satu-satunya alat angkut hasil bumi seperti pisang dan tebu.
Lama-kelamaan, jalur dibuat makin indah dengan ditambahkan ukiran, seperti ukiran kepala ular, buaya, atau harimau, baik di bagian lambung maupun selembayung-nya. Banyak juga yang dilengkapi dengan payung, tali-temali, selendang, tiang tengah (gulang-gulang) serta lambai-lambai (tempat juru mudi berdiri).
Jalur pun tidak lagi sebagai alat angkut, tetapi juga identitas sosial. Saat itu hanya penguasa wilayah, bangsawan, dan datuk-datuk saja yang mengendarai jalur berhias itu.
Awal Mula Pacu Jalur
Satu abad kemudian, keberadaan jalur dibuat makin menarik sampai digelar lomba adu kecepatan jalur yang hingga saat ini dikenal dengan nama pacu jalur.
Awalnya lompa perahu tradisional ini digelar di kampung-kampung di sepanjang Sungai Kuantan untuk memperingati hari besar Islam seperti Maulid Nabi, Idul Fitri, atau bahkan untuk merayakan Tahun Baru Islam.
Pada 1890, pada masa penjajahan Belanda, acara ini digelar untuk memeriahkan perayaan adat, memperingati hari lahir Wilhelmina (Ratu Belanda) yang setiap 31 Agustus. Kegiatan pacu jalur pada zaman Kolonial dimulai pada tanggal 31 Agustus sampai 1 atau 2 September, tergantung jumah perahu yang ikut serta.
Setelah kemerdekaan Indonesia, festival ini semakin berkembang, diselenggarakan untuk merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Itu sebabnya Festival Pacu Jalur selalu digelar Agustus.
Filosofi Pacu Jalur
Festival Pacu Jalur tidak hanya menampilkan kecepatan laju perahu, tetapi juga warna warni kostum dan dentum suara meriam penanda mulai lomba, serta teriakan pemberi semangat peserta.
Satu jalur bisa menampung 50-60 orang (anak pacu) yang memiliki masing-masing, mulai dari tukang concang (komandan atau pemberi aba-aba), tukang pinggang (juru mudi), dan tukang onjai (pemberi irama dengan cara menggoyang-goyangkan badan), dan terakhir adalah tukang tari atau anak coki yang berada di posisi paling depan.
Tukang tari menjadi anggota yang paling menarik perhatian pacu jalur karena selalu diisi oleh anak-anak. Anak-anak memiliki berat badannya paling ringan sehingga perahu bisa melaju dengan cepat. Gerakan yang dilakukan tukang tari ini memiliki makna tersendiri. Mereka menari di depan jalur kalau perahu yang dikendarainya unggul. Kalau sudah sampai garis finish, tukang tari ini akan langsung sujud syukur di ujung perahu. (*)