MERDEKA ASAP ATAU RIAU MERDEKA

MERDEKA ASAP ATAU RIAU MERDEKA
Azizon Bersama Danrem dan Kasrem 012 Teuku Umar

Riauterbit.com-Jika pemerintah Indonesia tidak sanggup lagi mengurusi masalah asap di Riau, maka izinkan kami berdaulat dan mengurus diri kami sendiri. Kami masyarakat Riau marah dan kecewa sebab sudah lebih dua minggu, pemerintah provinsi Riau maupun pemerintah pusat terlihat tidak serius dan gagal menangani masalah asap.

Foto : Azizon Nurza, S.Pi, MM Tokoh Muda Riau

Indek Standar Pencemaran Udara (ISPU) Kota Pekanbaru sampai jam 09.00 pagi ini ( 14/9) sudah pada level diatas 1000 (sangat berbahaya), dari pengamatan kami dalam dua hari terakhir angka ini terus naik.  Korban nyawa sudahpun jatuh dan menurut data Kepala UPT Penanggulangan Krisis Dinkes Riau, Jhon Kenedi (JPNN, 4/9), saat ini jumlah korban kabut asap yang masuk di Diskes Riau telah mencapai 9.386 orang. Angka ini meningkat dari hari sebelumnya yaitu sekitar 8.505 orang dan rata-rata penambahan korban mencapai 1.000 jiwa setiap hari.

Riau seperti negeri tidak bertuan, sebab pemerintah seperti absen dengan kondisi Riau yang sudah sangat memprihatikan. Papan Indeks Standar Pencemaran Udara di Kota Pekanbaru sudah memancarkan tulisan warna merah dengan huruf kapital (BERBAHAYA) sejak 10 hari yang lalu. Tapi pejabat di Riau berdebat tentang sumber asap, beberapa pejabat yang terkait justru berada diluar kota dan nyata pemerintah Riau tidak sanggup lagi menanggulanginya.

Sayangnya Plt. Gubernur Riau tidak juga menetapkan “Status Gawat Darurat” agar Pak Jokowi dan Pemerintah pusat turun tangan dengan membawa ribuan pasukan masuk ke hutan-hutan memadamkan titik api seperti yang dilakukan disaat era Persiden SBY dulu, tegas, Azizon Nurza, S.Pi, MM Tokoh Muda Riau dengan berapi-api.

Saya melihat pemerintah tidak serius menangani persoalan kabut asap di Riau, ini terbukti setiap musim kemarau masyarakat Riau harus berhadapan dengan masalah asap yang sangat mengganggu kesehatan yang ditandai dengan meningkatnya penderita ISPA yang sudah pasti akan memberikan banyak dampak kesehatan jangka panjangan pada penderitanya. Kabut asap juga menyebabkan proses pendidikan tidak bisa berjalan baik sebab sekolah harus diliburkan.

Roda transportasi darat dan udara juga terhambat yang secara tidak langsung juga akan menghambat roda perekonomian. Selalu kami masyarakat Riau dikambing hitamkan yang membakar hutan, padahal yang memiliki kebun Sawit di Riau tidaklah orang Riau melainkan pendatang dan pengusaha serta perusahaan besar di Riau.

Rakyat Riau dari dulu selalu dirugikan, negeri yang kaya sumberdaya alam (minyak dan gas bumi) yang menjadi penyumbang terbesar pembangunan negeri ini harus kembali mengulang deritanya. Minyak habis rakyat sekitar ladang minyak tetap miskin, kampung halaman saya di Sungai Bayam Kecamatan Sabak Auh malah hilang tinggal nama padahal disana ada puluhan pompa angguk yang menyedot hasil minyaknya.

Lihatlah hutan Riau yang disulap menjadi HPHTI dan perkebunan kelapa sawit tapi apa yang tersisa untuk masyarakat Riau, berapa yang dapat pembagian KKPA dan siapa yang bekerja disana? Hutan gambut Riau dirambah dengan izin pemerintah sehingga tidak mampu menyerap air dan mati sehingga mudah terbakar dimusim kemarau. Sekarang kemana pemerintah yang harusnya bertanggungjawab terhadap dampak pembangunan yang merusak lingkungan.

Mantan Ketua Senat Mahasiswa Universitas Riau tahun 1996 ini menghimbau, saatnya masyarakat Riau bangkit, Riau harus merdeka! merdeka dari kemiskinan, merdeka dari kebodohan, merdeka dari ketidak berdayaan ambil bagian dalam pembangunan. Lihatlah bagaimana pendidikan Riau tertinggal, kapan ada Fakultas Perminyakan dan Kehutanan di Riau? Setelah minyak habis dan hutan luluh lantak.

Berapa anak Riau di PT Chevron Pasifik Indonesia, berapa anak Riau di PT RAPP, berapa anak Riau di PT IKPP dan Arara Abadi?, berapa anak Riau di Pertamina dan Medco?, jujur harus diakui tidak ada yang jumlahnya sampai 10% yang merupakan anak Melayu Riau, padahal sudah puluhan tahun bumi Riau digarap dan diserap atas nama pembangunan yang sedikitpun tidak meninggalkan remah di Riau.

Masyarakat Riau ibarat ayam mati dilumbung padi, negeri yang kaya ini tidak bisa mensejahterakan masyarakatnya. Tapi disisi lain ribuan orang datang dan bisa mencari makan dan memperkaya diri, ironis tapi nyata, tegas pendiri Ormas Ikatan Pemuda Melayu (IPMR) yang tercatat di Kaditsospol Riau dengan nomor 114 tahun 1993.

Riau adalah penyokong utama berdirinya negera Indonesia, bahasa Melayu dipersembahkan menjadi bahasa persatuan yang mengantarkan bangsa ini menjadi bangsa bersatu, Sultan Syarif Kasim II Raja Kerajaan Siak Sriindrapura diawal kemerdekaan menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia dan menyerahkan modal awal berdirinya bangsa berupa uang sepuluh ribu gulden dan mahkota kerajaan kepada presiden Soekarno.

Riau tidak pernah menuntut untuk dapat keistimewaan seperti daerah lain, Riau tetap sabar walaupun sumberdaya alamnya diambil demi pembangunan Indonesia, Riau diam walaupun Gubernurnya dulu selalu dari pusat, walaupun Kongres Rakyat Riau II, 1 Februari 2000, memilih opsi merdeka tapi karena kecintaan akan kebersamaan dalam bingkai negara Kesatuan Republik Indonesia dimana Riau ikut berjuang dan memberi modal awal, gerakan ini ditahan dan didinginkan dengan harapan agar ketidak adilan, kemiskinan dan ketertinggalan Riau mendapat perhatian dari pemerintah pusat.

Tapi hari ini, amarah ini muncul lagi melihat kondisi kami yang dibiarkan mati pelan-pelan oleh asap yang tidak ditangani. Jika Riau tidak dibutuhkan lagi,  karena sumberdaya alam sudah menipis, hutan dan gambut  tak bisa dikapling lagi, maka dengan segala hormat tolong lepaskan kami untuk berdiri dan mengurus nasib kami sendiri.

Buat masyarakat Riau, mari kita jadikan ini momentum untuk mengevaluasi diri, merapatkan kembali barisan Riau, menyusun gerakan menyongsong Riau penuh harapan sebagai daerah yang maju, sejahtera dan mandiri sebagai Pusat Kebudayaan Melayu di  Asia Tenggara. Mari kita kobarkan kembali semangat juang untuk mendorong kebangkitan Riau, kita awali dengan semangat Merdeka dari asap.

Mari dari berbagai upaya kita ambil bagian menanggulangi asap dan mendorong Pak Jokowi, Plt. Gubernur Riau, pemerintah Riau dan pemerintah pusat untuk peduli. Pemerintah Indonesia harus membayar hutang bangsa ini kepada Riau dengan serius menangani asap dan kemiskinan yang ada di Riau, jika tidak izinkan kami mengurus diri sendiri, tegas Azizon berapi-api dan harus menutup diskusi ini. (POL)

Penulis : Azizon Nurza, S.Pi, MM Tokoh Muda Riau

Berita Lainnya

Index