Mencari Wakil Bupati Kampar (Oleh: Syahdi SH) Pemerhati Hukum Tata Negara

Mencari Wakil Bupati Kampar (Oleh: Syahdi SH) Pemerhati Hukum Tata Negara

Oleh: Syahdi, SH

PERIHAL kedudukan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Dalam Peraturan Perundang-Undangan.

Sebagai seorang yang mendalami Hukum Tata Negara, hal ini menarik untuk dibahas secara mendalam sebab persoalan pengisian jabatan wakil kepala daerah ini adalah salah satu hal yang sangat urgen dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan daerah.

Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah merupakan wujud dari pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan setiap satu kali dalam lima tahun. Secara konstitusional, keberadaan kepala daerah tegas diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 bahwa “Gubernur, Bupati, Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota yang dipilih secara demokratis”.

Analisis secara konstitusional tidak terdapat penyebutan secara eksplisit dalam UUD 1945 tentang keberadaan jabatan wakil kepala daerah, meskipun demikian tafsir secara konstitusional tentang hal itu telah dijawab oleh Mahkamah Konstitusi bahwa keberadaan wakil kepala daerah menjadi bagian tidak terpisahkan dari keberadaan kepala daerah. 

Penegasan tentang kedudukan wakil kepala daerah diatur dalam Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang perubahan pertama dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua menyatakan bahwa, “Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dibantu oleh Wakil Kepala Daerah”.

Untuk konteks di Kabupaten Kampar, Wakil Kepala Daerah menggantikan Kepala Daerah karena pejabat Kepala Daerah meninggal dunia. 

Sementara itu terkait dengan pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah dalam hal ini Wakil Bupati Kampar, DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang di antaranya sebagaimana diatur dalam Pasal 154 ayat (1) huruf d1 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 menyatakan bahwa DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang, “memilih bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota dalam hal terjadi kekosongan jabatan untuk meneruskan sisa masa jabatan”.

Perihal Kekosongan Jabatan Wakil Kepala Daerah dan Mekanisme Pengisian Jabatan Wakil Kepala Daerah

Kekosongan jabatan wakil kepala daerah dapat terjadi karena beberapa hal yaitu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena: meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan”. 

Adapun dalam konteks kekosongan jabatan wakil kepala daerah di Kabupaten Kampar terjadi sebab ditetapkannya Bapak Catur Sugeng Susanto sebagai Bupati Kampar defenitif setelah dilantik oleh Gubernur Riau H. Wan Thamrin Hasyim pada Selasa, 12 Februari 2019 melanjutkan sisa masa jabatan periode 2017-2022. 

Semula kita tahu bahwa latar belakang pelantikan beliau disebabkan wafatnya Bapak Aziz Zainal selaku Bupati Kampar dikarenakan sakit yang dideritanya.

Sehingga dengan demikian menimbulkan kekosongan jabatan Bupati Kampar, dan Bapak Bapak Catur Sugeng Susanto waktu itu sebagai Wakil Bupati Kampar naik menggantikan jabatan Bupati Kampar. 

Persoalannya sekarang adalah sudah lebih kurang 6 (enam) bulan pasca pelantikan Bupati Kampar sampai sekarang belum ada pengisian kekosongan jabatan Wakil Bupati untuk menggantikan posisi yang dahulu dijabat oleh Bapak Catur Sugeng Susanto.

Padahal masalah ini harus segera diselesaikan sehingga kekosongan jabatan Wakil Bupati Kampar tidak berlangsung terus menerus tanpa ada kepastian hukum. 

Amanat undang-undang yang dijadikan rujukan dasar dalam pengisian kekosongan jabatan wakil bupati adalah Pasal 89 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 bahwa “Apabila wakil kepala daerah berhenti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (4), pengisian jabatan wakil kepala daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah”. 

Sementara itu dalam undang-undang tentang pemilihan kepala daerah sayangnya tidak terdapat pengaturan yang eksplisit yang dapat dijadikan rujukan atau pegangan dalam pengisian kekosongan jabatan wakil bupati. Setidaknya ada dua pasal yang berkaitan dengan pengisian kekosongan jabatan wakil bupati yaitu Pasal 174 dan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. 

Kendatipun demikian ketentuan dalam pasal inipun tidak bisa dijadikan rujukan dasar hanya dapat dijadikan sebagai petunjuk umum yang menginformasikan bahwa disediakannya suatu mekanisme tertentu untuk mengisi kekosongan jabatan wakil bupati. Pasal tersebut yakni Pasal 174 dan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. 

Kedua Pasal ini dikatakan tidak dapat dijadikan pegangan atau rujukan sebab yang diatur di dalamnya adalah jika terdapat kekosongan jabatan bupati dan wakil bupati secara bersamaan, seperti yang diatur dalam Pasal 174. Adapun Pasal 176 diantaranya pada ayat (1) menyatakan bahwa “Dalam hal Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung”. 

Dari ketentuan Pasal 176 ini yang paling mendekati dan yang mengarah pada mekanisme pengisian kekosongan jabatan wakil bupati adalah ketentuan Pasal 176 ayat (4) dan ayat (5). Pasal 176 ayat (4) menyatakan bahwa “Pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota dilakukan jika sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan terhitung sejak kosongnya jabatan tersebut”. 

Selanjutnya Pasal 176 ayat (5) menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan pengangkatan calon Wakil Gubernur, calon Wakil Bupati, dan calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah”.

Pembentuk undang-undang lalai dalam merumuskan kedua pasal ini, seharusnya mencantumkan kondisi lain yang menyebabkan terjadinya kekosongan jabatan wakil kepala daerah seperti keadaan yang semula wakil bupati menjadi bupati. 

Ini jelas merupakan suatu kondisi yang berbeda dengan kondisi yang disebutkan dalam Pasal 176 ayat (1) tersebut diatas. Dalam hal kekosongan jabatan wakil bupati di Kabupaten Kampar tidak disebabkan Wakil Bupati berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri atau diberhentikan. Karena itu dua pasal ini (Pasal 174 dan Pasal 176 UU No. 10 Tahun 2016) tidak mengakomodir secara eksplisit kondisi yang terjadi di Kabupaten Kampar. 

Namun sungguhpun demikian pasal 176 ayat (4) dan ayat (5) dapat dijadikan petunjuk  dalam melakukan pengisian jabatan wakil bupati, seperti saya katakan bahwa ketentuan ini meski tidak dapat dijadikan rujukan dasar, tetapi dapat dijadikan petunjuk. 

Terlebih Pasal 89 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tegas menyatakan bahwa “Apabila wakil kepala daerah berhenti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (4), pengisian jabatan wakil kepala daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah”.

Yang penting diperhatikan dalam rumusan pasal ini adalah kata “......pengisian jabatan wakil kepala daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah”. 

Dan peraturan perundang-undangan itu tidak hanya berupa undang-undang, undang-undang hanyalah salah satu jenis dari peraturan perundang-undangan. Adapun amanat Pasal 176 ayat (5) tersebut diatas bahwa “ketentuan lebih lanjut.....diatur dalam Peraturan Pemerintah”. 

Terkait dengan kekosongan jabatan wakil kepala daerah dalam Peraturan Pemerintah tersebut diatur dalam Pasal 31 ayat (2a) menyatakan bahwa “untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik karena menggantikan kepala daerah yang meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD”. 

Seperti yang kita ketahui bahwa masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kampar adalah selama 5 (lima) tahun terhitung sejak Februari 2017 sampai dengan Februari 2022, karena itu masih tersisa sekitar 3 (tiga) tahun lagi.  

Dan seperti yang kita ketahui bahwa sejak Wakil Bupati Catur Sugeng Susanto menggantikan Bupati Aziz Zainal yang wafat dalam masa jabatannya, maka di Kabupaten Kampar terjadi kekosongan jabatan wakil bupati, sehingga berdasarkan amanat Pasal 31 ayat (2a) tersebut diatas Bupati harus mengajukan 2 (dua) orang calon wakil bupati berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD. 

Karena itu prinsipnya persoalan ini dikembalikan dan menjadi tanggung jawab partai pengusung pada Pilkada 2017 lalu dan menjadi tanggung jawab Bupati Kampar saat ini. 

Adapun tugas DPRD adalah memilih salah satu dari dua orang yang diusulkan oleh partai politik pengusung melalui mekanisme yang ada dalam Tata Tertib DPRD mengacu pada Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD. 

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2018 tersebut dalam hal Rapat Paripurna, jika tidak memenuhi quorum maka dapat dilakukan penundaan sampai dua kali sehingga mencapai quorum. 

Tetapi jika setelah dua kali penundaan belum juga quorum, maka pengambilan keputusan diserahkan ke pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi untuk bermusyawarah mufakat atau dengan mekanisme suara terbanyak. Hal ini diatur dalam Pasal 97 ayat (7), (8), dan (9) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018. 

Seperti yang kita ketahui pada Pilkada Kampar tahun 2017 lalu, pasangan calon Aziz Zainal dan Catur Sugeng Susanto diusung oleh PKB, PPP, Gerindra, PKS, Golkar dan Nasdem. Partai inilah yang akan menentukan dua orang calon Wakil Bupati Kampar untuk diajukan kepada DPRD melalui Bupati Kampar dan selanjutnya akan dipilih oleh DPRD.***

Penulis adalah Pemerhati Hukum Tata Negara (HTN).

Berita Lainnya

Index