Kampar – Dugaan praktik ilegal dalam pengelolaan lahan di kawasan hutan Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, kembali mencuat. Sejumlah pelaku usaha perkebunan sawit diduga membuka ratusan hektare lahan tanpa izin dan mendapat perlindungan dari oknum aparat penegak hukum (APH) serta polisi kehutanan (Polhut).
Nama Hotman Silalahi menjadi salah satu yang paling disorot. Ia mengklaim menguasai 500 hektare lahan di kawasan hutan dan secara terang-terangan menyatakan dirinya tak tersentuh hukum.
"Ayam kalau masih makan jagung, semua masih bisa kita atur," ujar Hotman, menyiratkan adanya dukungan dari pihak tertentu.
Tak hanya itu, ia juga disebut-sebut menjual lahan secara ilegal dengan skema kaplingan dua hektare per unit, diduga bekerja sama dengan oknum Kepala Desa dan RT bernama Ismadi dalam penerbitan surat-surat tanah.
"Kami jual lahan, memangnya ada apa? Terserah kami," ucapnya dengan santai.
Jaringan Mafia Lahan di Kota Garo
Selain Hotman Silalahi, beberapa individu dan kelompok yang juga diduga mengelola lahan sawit dalam kawasan hutan tanpa izin antara lain:
Aiyu – Mengelola 220 hektare, dengan Wito sebagai manajer lapangan dan Abi sebagai petugas lapangan.
Kelompok Tani KOPSI – Dipimpin Hansen Willyam, menguasai 400 hektare, dengan Benny sebagai manajer lapangan. Hansen juga diduga melanggar aturan ketenagakerjaan.
Eddy Kurniawan – Mengelola 337 hektare, dengan Chayono sebagai manajer lapangan.
Dugaan kuat bahwa mereka mendapat perlindungan dari oknum aparat membuat aktivitas ilegal ini terus berlangsung tanpa hambatan.
Sanksi Hukum Menanti Pelaku Perusakan Kawasan Hutan
Perambahan hutan tanpa izin merupakan pelanggaran serius yang bisa dikenakan sanksi berat sesuai dengan beberapa regulasi berikut:
1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Pasal 50 Ayat (3): Melarang penggunaan kawasan hutan secara ilegal.
Pasal 78 Ayat (2): Pelaku dapat dipidana 10 tahun penjara dan didenda hingga Rp5 miliar.
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
Pasal 92: Penggunaan kawasan hutan secara ilegal dapat dikenai hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Pasal 110A: Pelaku usaha yang mengelola kawasan hutan tanpa izin dapat dikenakan sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha.
Pasal 110B: Jika aktivitas ini menyebabkan kerusakan lingkungan, pelaku bisa dipenjara 10 tahun dan didenda Rp15 miliar.
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 98 Ayat (1): Perusakan lingkungan dapat dikenai 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
Kasus ini mendapat perhatian serius dari Komunitas Pecinta Alam Riau. Wagimin, salah satu aktivis lingkungan, meminta aparat hukum segera menindak para pelaku perambahan hutan dan mengusut keterlibatan oknum Polhut serta APH.
"Kami mendesak agar Hotman Silalahi dan kelompoknya segera diproses hukum. Mereka telah merampas kawasan hutan secara ilegal. Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk dan mempercepat kerusakan lingkungan," tegas Wagimin.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak berwenang terkait dugaan keterlibatan oknum Polhut dalam melindungi mafia sawit di kawasan hutan Kota Garo. Masyarakat kini menunggu tindakan nyata dari aparat penegak hukum untuk menertibkan aktivitas ilegal yang telah berlangsung bertahun-tahun ini. (Bancin/lelek)