RIAUTERBIT.COM - Desakan anggota Komisi I DPR Charles Honoris yang meminta Presiden Joko Widodo mencopot Sutiyoso selaku Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dinilai tendensius dan beraroma dendam pribadi.
"Honoris diduga sakit hati karena pamannya, Samadikun Hartono ditangkap Sutiyoso setelah bertahun-tahun buron ke luar negeri," kata Praktisi Hukum Muara Karta Simatupang, Minggu (17/7/2016).
Karta mengungkapkan, tidak sepantasnya Charles melontarkan pernyataan desakan pencopotan Sutiyoso atas dasar dendam pribadi. Sebab, sejak diangkat Jokowi menjadi Kepala BIN, Sutiyoso telah menangkap buronan koruptor besar Totok Ari Prabowo di Kamboja dan Samadikun di Shanghai, Tiongkok. Selain itu, Sutiyoso mengakhiri kiprah kelompok bersenjata Din Minimi di Aceh dengan damai.
"Penangkapan Samadikun itu prestasi bagus yang harus diapresiasi positif. Jadi bukannya dia (Honoris) memaksa Jokowi untuk mencopot Sutiyoso," kata Karta.
Menurut Karta, Honoris panik setelah ada wacana memiskinkan Samadikun. "Asetnya kan mau disita negara. Secara manusiawi wajar saja melihat pamannya ditangkap dibela, walaupun salah ya dibela,” kata Karta.
Sebelumnya, Charles Honoris mengatakan BIN di bawah Sutiyoso gagal dalam mencegah aksi teroris. Charles menyebut Sutiyoso kena reshuffle. Menurut dia, BIN butuh pemimpin yang bisa berkoordinasi lebih baik dengan kepolisian.
Sejauh ini, kata Charles, Komisi I sebagai mitra kerja BIN, tidak melihat kinerja nyata BIN dalam penanggulangan teroris. Ia melihat, peran BNPT dan Densus 88 justru lebih kuat.
"Kami belum melihat koordinasi yang baik, sharing intelijen yang baik antara BIN dan kepolisian," kata Charles di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 14 Juli.
Charles menilai Komjen Budi Gunawan punya kemampuan menduduki kursi kepala BIN. "Beliau (Budi Gunawan) Wakil Kepala Polri hari ini, polisi yang berkarier puluhan tahun," ujar Charles.
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hanafi Rais melihat tidak ada urgensi mengganti kepala BIN. Hanafi menilai kepemimpinan Sutiyoso di BIN relatif baik. "Tetapi, kalau Presiden punya pertimbangan lain, ya lihat saja," kata Hanafi, Rabu 22 Juni.(mnc)