Kasus Kematian Prada Josua: Keluarga Desak Presiden Prabowo Perintahkan Panglima TNI Serahkan Hasil Autopsi dan Tangkap Pelaku

Sabtu, 22 Februari 2025 | 14:47:35 WIB
Kuasa hukum keluarga korban, Dr. Freddy Simanjuntak,

Pekanbaru – Kasus kematian Prada Josua Lumban Tobing di Markas Batalyon Infanteri (Yonif) 132 Kampar terus menjadi sorotan publik. Keluarga korban meminta Presiden Prabowo Subianto untuk memerintahkan Panglima TNI agar segera memproses hukum serta menangkap pelaku penganiayaan yang menyebabkan kematian Prada Josua.

Kapten CPM Bambang Koko telah dikonfirmasi terkait kasus ini, namun penyelidikan masih terkesan tertutup. Sementara itu, keluarga korban mengeluhkan belum diterimanya hasil forensik dari Denpom I/3 Pekanbaru, meskipun autopsi telah dilakukan.

Kuasa hukum keluarga, Dr. Freddy Simanjuntak, menyatakan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan kepada Denpom agar hasil autopsi segera diberikan kepada keluarga korban. Namun hingga kini, permintaan tersebut belum dikabulkan.

Orang tua Prada Josua juga belum menerima dokumen hasil ekshumasi dan autopsi yang disebut masih tersimpan di Denpom. Mereka menilai tidak ada alasan bagi Denpom untuk menahan dokumen tersebut, mengingat autopsi dilakukan atas permintaan dan biaya dari pihak keluarga.

Mereka meyakini bahwa kematian Prada Josua bukan akibat bunuh diri, seperti yang dinyatakan dalam laporan resmi.

“Kami sangat kecewa karena hasil autopsi hanya disampaikan secara lisan dan tidak pernah diberikan secara resmi dalam bentuk dokumen tertulis. Sejak awal, hasil tersebut telah disimpan oleh penyidik Denpom,” ujar Freddy dalam keterangannya, Rabu (22/1/2025).

Dugaan Penganiayaan Berat

Keluarga korban semakin yakin bahwa Prada Josua mengalami penganiayaan berat sebelum meninggal dunia. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis dr. Asan Petrus, MKed (For), SpFM, ahli forensik pendamping keluarga dari Fakultas Kedokteran USU Medan.

Menurut dr. Asan Petrus, luka lebam, patah tulang leher dan tulang lidah yang ditemukan pada tubuh Prada Josua merupakan indikasi dugaan penganiayaan berat, bukan bunuh diri.

“Hasil autopsi menunjukkan adanya luka lebam yang tidak wajar serta patah tulang leher , dan tulang lidah yang tidak mungkin terjadi hanya karena bunuh diri. Ini adalah tanda-tanda yang kuat mengarah pada dugaan penganiayaan berat,” ungkapnya.

Atas dasar ini, keluarga mendesak agar pelaku penganiayaan segera ditangkap dan diadili sesuai hukum yang berlaku.

Desakan kepada Presiden dan Panglima TNI

Untuk mengungkap kebenaran dalam kasus kematian Prada Josua, Freddy menegaskan bahwa pihaknya akan meminta bantuan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto, Komnas HAM, dan Komisi III DPR RI.

“Kami akan melaporkan kasus ini kepada Bapak Presiden Prabowo, Komnas HAM, dan DPR RI agar segera dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP). Kami ingin instansi terkait membuka perkara ini secara transparan,” tegasnya.

Freddy juga menyoroti hasil akhir forensik yang menyebut adanya luka lebam pada tubuh Prada Josua. Ia mendesak agar temuan tersebut diproses hukum lebih lanjut dan agar pihak berwenang segera menangkap pelaku penganiayaan.

“Dari hasil forensik disebutkan bahwa ada luka lebam di tubuh almarhum. Ini mengindikasikan adanya tindakan kekerasan sebelum kematiannya. Maka, kami mendesak agar temuan ini diproses hukum lebih lanjut dan para pelaku penganiayaan segera ditangkap,” tegas Freddy.

Keluarga korban juga meminta Presiden Prabowo Subianto agar memerintahkan Panglima TNI untuk segera menyerahkan hasil autopsi. Mereka menilai keterlambatan ini mencurigakan dan berpotensi menutupi fakta di balik kematian Prada Josua.

“Kami hanya ingin keadilan. Jangan sampai ada fakta yang ditutupi,” ujar ayah Prada Josua, Wilson Tobing.

Tuntutan Pencopotan Komandan Batalyon 132

Selain meminta transparansi dalam kasus ini, orang tua Prada Josua juga mendesak Panglima TNI untuk mencopot Komandan Batalyon 132 Bima Sakti Salo, Letkol Infanteri Bambang Budi Hartanto. Mereka menilai bahwa pencopotan ini diperlukan agar proses penyidikan dapat berjalan lancar tanpa adanya intervensi dari pihak internal satuan.

“Selama masih ada intervensi dari atasan di lingkungan batalyon, penyelidikan tidak akan berjalan dengan baik. Kami meminta Panglima TNI segera mencopot Komandan Batalyon 132 agar penyelidikan berjalan transparan,” ujar Wilson Tobing.

Kecurigaan terhadap Proses Penyidikan

Menurut keluarga, hasil autopsi telah diserahkan kepada penyidik Denpom yang dipimpin oleh Kapten CPM Bambang Koko. Namun, hingga kini, mereka belum mendapatkan hasil secara resmi dan menilai ada upaya untuk menutupi fakta di balik kematian Prada Josua.

Wilson Tobing juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap hasil autopsi yang dianggap tidak profesional.

“Dugaan kami, autopsi ini tidak dilakukan secara transparan. Dari bukti-bukti yang kami serahkan, tidak ada pertimbangan yang mendalam. Mereka justru menggiring opini bahwa anak kami bunuh diri,” ujar Wilson.

Hingga kini, pihak berwenang belum memberikan pernyataan resmi terkait hasil forensik yang dipermasalahkan oleh keluarga korban. Publik menantikan langkah selanjutnya dalam proses hukum kasus ini.

Dasar Hukum Hak Advokat atas Hasil Autopsi

Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, seorang advokat berhak memperoleh informasi dan dokumen dari pihak terkait guna kepentingan pembelaan kliennya. Oleh karena itu, penolakan untuk memberikan hasil autopsi kepada kuasa hukum keluarga korban dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak advokat dalam menjalankan tugasnya dan merupakan pelanggaran hukum. (Tim)

Terkini