PT Padasa Mangkir dari Mediasi BPN, Warga Ancam Gelar Aksi Besar-Besaran

Jumat, 14 Februari 2025 | 12:43:10 WIB
Taufik Singratama

Riau – Upaya mediasi antara PT Padasa Enam Utama dan warga Desa Gunung Malelo yang difasilitasi Badan Pertanahan Nasional (BPN) berujung gagal setelah perusahaan tidak menghadiri pertemuan tersebut. Sikap PT Padasa yang dinilai arogan ini memicu kekecewaan warga, yang kini mengancam akan menggelar aksi demonstrasi lebih besar jika tuntutan mereka terus diabaikan.

Sebelumnya, ratusan warga bersama keluarga besar Elang 3 Hambalang melakukan aksi protes dengan memasang plang di lahan seluas 220 hektar yang mereka klaim telah diserobot oleh PT Padasa. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk penegasan hak masyarakat atas tanah yang telah lama disengketakan.

Namun, harapan warga untuk mendapatkan solusi melalui jalur mediasi pupus setelah PT Padasa mangkir dari pertemuan yang dijadwalkan BPN. Perwakilan warga, Taufik Singratama, menyayangkan sikap perusahaan yang enggan mencari solusi atas permasalahan yang telah berlangsung bertahun-tahun.

"Kami datang ke BPN dengan harapan ada titik terang, tapi perusahaan malah mangkir. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak punya itikad baik untuk menyelesaikan persoalan ini," ujar Taufik.

Kekecewaan yang sama disampaikan oleh Pebriyan Winaldi, yang menegaskan bahwa warga siap menggelar aksi yang lebih besar jika PT Padasa tetap mengabaikan tuntutan mereka.

"Jika PT Padasa tetap arogan dan tidak mau mencari solusi, kami pastikan akan ada aksi yang lebih besar lagi. Warga sudah cukup bersabar, tapi kalau terus dibiarkan, kami tidak akan tinggal diam," tegasnya.

Pebriyan menekankan bahwa warga tidak menginginkan konflik, tetapi mereka juga tidak bisa terus-menerus dipermainkan.

"Kami ingin penyelesaian yang adil. Kalau perusahaan tetap keras kepala, maka kami akan datang dengan jumlah yang lebih banyak untuk menuntut hak kami," tambahnya.

Dugaan penyerobotan lahan ini berpotensi melanggar Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tentang perbuatan melawan hukum serta Pasal 385 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait penguasaan tanah tanpa hak.

Warga berharap pemerintah daerah dan aparat penegak hukum segera mengambil langkah tegas agar permasalahan ini tidak semakin memanas dan berlarut-larut tanpa kejelasan penyelesaian. (rls)

Terkini