Mengungkap Polemik Tapal Batas Desa Tanjung Bungo, Dugaan Kepentingan Galian C di Balik Perubahan Peta

Kamis, 16 Januari 2025 | 11:53:21 WIB
Kantor Desa Tanjung Bungo Kampa

RIAUTERBIT.COM--Desa Tanjung Bungo, Kecamatan Kampa, Kabupaten Kampar, kini menjadi sorotan publik. Dugaan skandal perubahan tapal batas desa oleh Penjabat (Pj) Kepala Desa Ibrahim, dengan keterlibatan pemain bisnis orang dekat Pj Bupati Kampar Hambali, memicu keresahan masyarakat. Benarkah ini terkait kepentingan aktivitas Galian C (Aquari)?

(Ibrahim, Pj Kepala Desa Tanjung Bungo)

Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa Ibrahim, Pj Kepala Desa Tanjung Bungo yang juga Kabid di PMD Kampar ini diduga berupaya mengubah peta tapal batas desa tanpa prosedur yang sah. Perubahan ini dikaitkan dengan rencana eksploitasi sumber daya alam di kawasan tersebut untuk kepentingan Galian C (Aquari).

Masyarakat desa mulai mencium adanya indikasi keterlibatan pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan besar terhadap Galian C di wilayah ini. Polemik ini semakin rumit ketika nama sejumlah oknum orang kuat disebut-sebut mendukung langkah tersebut.

Warga setempat menilai upaya ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berpotensi merusak ekosistem desa yang kaya akan keanekaragaman hayati. Salah seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya mengatakan, "Kami sudah hidup turun-temurun di sini. Perubahan tapal batas seperti ini jelas akan merugikan kami, baik dari segi hak atas tanah adat maupun kelestarian lingkungan."

Pendapat ini diperkuat oleh Wagimin, perwakilan dari Komunitas Pecinta Alam Riau (KOPARI). Ia menegaskan bahwa perubahan tapal batas tanpa dasar hukum yang jelas merupakan bentuk pelanggaran serius. "Jika pengubahan ini terjadi untuk kepentingan Galian C, maka kerusakannya tidak hanya pada lingkungan, tetapi juga pada tatanan sosial masyarakat. Kami mendesak pihak berwenang untuk bertindak tegas," ujar Wagimin.

Pihak PMD, Oknum Kasipem Kecamatan Kampa, dikabarkan turut mendukung rencana pengubahan tapal batas tersebut. Hal ini diduga sebagai upaya memuluskan jalan bagi pihak tertentu untuk mendapatkan akses legal terhadap area eksploitasi Galian C. Dugaan ini semakin kuat setelah ditemukan dokumen internal yang mengarah pada keterlibatan oknum dalam koordinasi proyek ini.

Jika dugaan ini terbukti, maka pihak yang terlibat dapat dijerat dengan beberapa pelanggaran hukum serius. Salah satunya adalah kemungkinan adanya pemalsuan dokumen, yang bisa mengarah pada pidana penjara jika terbukti ada dokumen palsu terkait perubahan tapal batas desa. Hal ini sesuai dengan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mengatur tentang pemalsuan dokumen yang dapat dihukum dengan pidana penjara hingga enam tahun.

Selain itu, jika perubahan tapal batas yang dilakukan melibatkan kawasan hutan atau area yang dilindungi, maka pelaku bisa dijerat dengan sanksi berat karena melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-Undang ini mengatur dengan ketat pengelolaan kawasan hutan dan melindungi keberlanjutan ekosistem hutan.

Tindakan perubahan tapal batas desa yang dilakukan tanpa prosedur yang sah juga bisa dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik. Berdasarkan Pasal 421 KUHP, tindakan ini bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang yang mengarah pada pidana bagi pejabat yang menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Lebih jauh lagi, perubahan tapal batas desa tanpa melibatkan prosedur yang sah dapat melanggar hak desa dalam pengelolaan wilayahnya, sesuai dengan Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014. Undang-undang ini menjamin hak desa dalam mengelola wilayahnya, dan perubahan tapal batas tanpa melalui mekanisme yang benar dapat berpotensi merugikan masyarakat setempat yang telah lama tinggal di wilayah tersebut.

Masyarakat Desa Tanjung Bungo mendesak agar pihak berwenang, termasuk Pj Bupati Kampar, segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini. Mereka juga meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas dugaan keterlibatan Ibrahim dan sejumlah pihak.

Seorang warga yang turut terlibat dalam aksi penolakan menyatakan, "Kami hanya ingin hak-hak kami dilindungi. Jangan sampai ada permainan yang merugikan kami sebagai masyarakat kecil," ujarnya penuh harap.

Hingga liputan ini dirilis, Ibrahim belum memberikan pernyataan resmi. Situasi ini menjadi ujian besar bagi pemerintah Kabupaten Kampar dalam menjamin keadilan bagi warganya. Apakah kepentingan rakyat akan diutamakan, atau justru tersingkir oleh ambisi eksploitasi Galian C (Aquari)?

Warga berharap kasus ini menjadi perhatian serius dan diselesaikan dengan adil. (Edi)

Terkini