Keputusan Gegabah Pj Walikota Pekanbaru Merugikan Masyarakat dan Berpotensi Melanggar Hukum

Rabu, 15 Januari 2025 | 12:04:18 WIB
Alamsah SH MH, Pengamat Kebijakan Publik dari Jangkar Rakyat Independen (JRI)

Keputusan Gegabah yang Merugikan Masyarakat dan Berpotensi Melanggar Hukum

Oleh Alamsah SH MH, Pengamat Kebijakan Publik dari Jangkar Rakyat Independen (JRI)

Penetapan status darurat sampah oleh Pj Walikota Pekanbaru, Roni Rakhmat, sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 236 Tahun 2025, merupakan langkah gegabah yang tidak hanya merugikan masyarakat tetapi juga membuka peluang pelanggaran hukum. Langkah ini menunjukkan lemahnya pemahaman pemerintah atas pengelolaan tata kota dan manajemen krisis.

Keputusan yang Tidak Tepat Sasaran. Status darurat hanya layak diterapkan pada situasi krisis besar yang tidak terkendali, sementara masalah di Pekanbaru hanyalah penumpukan sampah di TPS akibat lemahnya operasional pengelolaan. Solusi strategis seperti optimalisasi kontraktor, penambahan armada, dan perbaikan koordinasi seharusnya menjadi pilihan utama, bukan status darurat yang justru mempermalukan kota.

Dengan adanya kontraktor resmi, mengapa pengelolaan tidak dimaksimalkan? Mengabaikan potensi kontraktor sama saja dengan membuang sumber daya yang sudah ada. Keputusan ini memperburuk citra Pekanbaru di mata masyarakat dan investor, mengirimkan pesan bahwa pemerintah tidak mampu menangani persoalan mendasar.

Potensi Pelanggaran Hukum

Keputusan ini juga membuka peluang pelanggaran hukum, terutama jika tidak dilaksanakan sesuai prosedur dan melibatkan pihak terkait. Beberapa potensi pelanggaran hukum adalah:

1. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 67 huruf b: Kepala daerah wajib menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan. Penetapan status darurat tanpa koordinasi dengan DPRD dan Forkopimda bisa dianggap melanggar prosedur.

Sanksi: Berdasarkan Pasal 78 ayat (2) huruf c, kepala daerah dapat diberhentikan sementara karena melanggar sumpah/janji jabatan.

2. UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

Pasal 29 melarang tindakan yang menyebabkan terganggunya pengelolaan sampah. Keputusan ini, yang memicu kekacauan tambahan, bisa dikategorikan sebagai pelanggaran.

Sanksi: Pasal 40 menetapkan ancaman pidana 4 tahun penjara atau denda Rp100 juta.

3. UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

Pasal 10 ayat (1) mewajibkan kebijakan pemerintah memenuhi asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Keputusan sepihak tanpa pertimbangan matang melanggar asas kepastian hukum dan kehati-hatian.

Sanksi: Berdasarkan Pasal 81, keputusan tersebut dapat dibatalkan, dan pejabat yang bersangkutan dikenai sanksi administratif.

4. Penyalahgunaan Wewenang

Jika keputusan ini dibuat untuk memberikan keuntungan kepada pihak tertentu tanpa dasar yang jelas, maka dapat dijerat Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.

Sanksi: Penjara seumur hidup atau pidana maksimal 20 tahun, serta denda hingga Rp1 miliar.

Rekomendasi dan Penutup

Sebagai pengamat kebijakan publik, saya menyerukan evaluasi serius terhadap kebijakan ini. Pemerintah harus:

Melibatkan DPRD, Forkopimda, dan kontraktor dalam mencari solusi strategis.

Mengutamakan pendekatan berbasis perencanaan jangka panjang.

Memastikan kebijakan berjalan sesuai prosedur hukum untuk menghindari konflik hukum yang lebih besar.

Status darurat bukan solusi, tetapi tameng atas kegagalan manajemen. Jika pemerintah terus mengambil langkah gegabah seperti ini, maka yang paling dirugikan adalah rakyat. Pemerintah harus hadir dengan solusi nyata, bukan sekadar pengumuman yang memperburuk keadaan.

Terkini