Debat Trump-Biden Sengit

Debat Trump-Biden Sengit

WASHINGTON -- Debat perdana pilpres Amerika Serikat (AS) yang digelar di Cleveland, Ohio, pada Selasa  (29/9), berlangsung sengit. Pejawat Donald Trump dan pesaingnya dari Partai Demokrat Joe Biden berulang kali terlibat aksi saling sergah serta interupsi. Moderator terpaksa mesti turun tangan untuk melerai. 

Selama debat berlangsung, Biden beberapa kali melecehkan dan merendahkan Trump. Saat membahas tentang hubungan AS-Rusia, misalnya, Biden memposisikan Trump sebagai "bawahan" Presiden Vladimir Putin. Selama menjabat sebagai presiden AS, Trump dipandang berdiri untuk Putin.  "Dia (Trump) anak anjing Putin. Dia masih menolak untuk mengatakan apa pun kepada Putin tentang hadiah untuk kepala tentara Amerika," kata Biden dalam debat yang disiarkan kemarin. 

Pernyataan Biden mengacu pada laporan intelijen yang menyebut badan intelijen utama Rusia, yakni GRU, menawarkan hadiah kepada siapa pun anggota Taliban yang berhasil membunuh tentara AS di Afghanistan. The New York Times adalah media pertama yang melaporkan tentang informasi tersebut. 

Setelah itu, Biden dan Trump sempat terlibat debat yang tak terkendali. Hal tersebut memaksa moderator, yaitu Chris Wallace, melerai. Dia bahkan menegur Trump karena dianggap terlalu sering menyergah pemaparan Biden. "Tuan Presiden, tolong hentikan. Negara akan lebih baik dilayani jika kita mengizinkan kedua orang berbicara dengan lebih sedikit interupsi. Saya meminta Anda, Tuan, untuk melakukan itu," kata Wallace.

Tak lama setelah Wallace memperingatkan Trump untuk tidak menyela, Biden kembali mengejek Trump. "Sulit untuk berbicara dengan badut ini. Maaf, orang ini," kata Biden. Terdapat enam topik utama yang dibahas dalam debat tersebut, antara lain tentang penanganan pandemi Covid-19, isu rasialisme dan kekerasan, dan ekonomi.

Dalam debat kemarin, Donald Trump enggan mengecam kelompok supremasi kulit putih dalam gelombang kekerasan yang membalut gerakan antirasialisme di negaranya. Dia justru menyalahkan kelompok sayap kiri atas terjadinya serangkaian kerusuhan. 

“Apakah Anda bersedia malam ini untuk mengutuk supremasi kulit putih serta kelompok-kelompok milisi dan mengatakan bahwa mereka perlu mundur serta tidak menambah kekerasan atau jumlah kota-kota ini seperti yang kita lihat di Kenosha, dan seperti yang telah kita lihat di Portland?” tanya Chris Wallace, moderator debat. 

Alih-alih menjawab, Trump justru melempar kesalahan atas terjadinya kerusuhan dan kekerasan pada kelompok sayap kiri. "Saya akan mengatakan hampir semua yang saya lihat adalah dari sayap kiri, bukan dari kanan. Saya bersedia melakukan apa saja. Saya ingin melihat kedamaian," ujar Trump.

"Kalau begitu lakukan, Pak," kata Wallace menimpali jawaban Trump. Capres dari Partai Demokrat Joe Biden kemudian turut memberikan komentar dengan meminta Trump melaksanakan apa yang dikatakannya. “Anda ingin memanggil mereka. Anda ingin memanggil mereka apa? Beri saya nama," kata Trump. Biden kemudian menjawab "Proud of Boys", yakni kelompok sayap kanan di AS. "Proud of Boys. Mundur dan bersiaplah," ujar Trump. 

Wallace kemudian bertanya mengapa pemerintahan Trump mengakhiri pelatihan kepekaan rasial. Dia juga bertanya apakah Trump yakin tentang adanya rasialisme sistemik di AS. Trump menjelaskan, dia mengakhiri pelatihan kepekaan rasial karena itu rasialis. Aktivitas itu dianggap mengajarkan orang untuk membenci negara AS. "Saya tidak akan membiarkan itu terjadi," ucap Trump. 

Biden kemudian menyela dengan menyebut Trump "rasialis". "Ada ketidakpekaan rasial. Orang harus diberi tahu seperti apa perasaan orang lain, yang menghina mereka," ujar Biden.  

Sementara itu Trump menuding Biden tidak mendukung penegakan hukum perihal pecahnya kerusuhan di beberapa kota di AS menyusul aksi demonstrasi antirasialisme. "Jika dia pernah harus menjalankan negara ini dan mereka menjalankannya dengan cara yang dia inginkan, pinggiran kota kita akan hilang," kata Trump, seraya menekankan bahwa serikat penegak hukum telah mendukungnya. 

Biden menjawab tuduhan itu dengan mengatakan bahwa dia dibesarkan di pinggiran kota. "Semua rasisme dan peluit anjing ini tidak berfungsi lagi. Pinggiran kota pada umumnya terintegrasi," ucapnya. 

Menurut Biden, Trump hanya ingin membuat marah semua orang. "Dia tidak ingin menenangkan keadaan. Maksud saya, mari kita kumpulkan semua orang, cari tahu cara mengatasinya. Apa yang dia lakukan, dia hanya menuangkan bensin ke api terus-menerus di setiap waktu," kata Biden. Biden dan Trump dijadwalkan berdebat kembali pada 15 dan 22 Oktober mendatang.

Hasil polling

Sementara, polling menunjukkan bahwa Joe Biden unggul dalam debat calon presiden kemarin. Enam dari 10 pengamat debat mengatakan mantan Wakil Presiden Joe Biden melakukan pekerjaan baik dalam debat. Sementara hanya 28 persen mengatakan Presiden Donald Trump melakukan debat yang dinilai baik.

 Hasil itu didasarkan menurut Polling CNN dari pengamat debat yang dilakukan oleh SSRS. Dilansir laman CNN International, dalam wawancara dengan pemilih yang sama yang dilakukan sebelum debat, 56 persen mengatakan mereka mengharapkan Biden melakukan pekerjaan yang lebih baik, sementara 43 persen mengharapkan Trump melakukannya.

Hasil pascadebat hampir sama dengan hasil polling pasca-debat pada 2016 setelah debat pertama antara Trump dan Hillary Clinton. Dalam jajak pendapat itu, 62 persen berpendapat Clinton memenangkan debat, 27 persen mengatakan Trump menang.

Sekitar dua pertiga mengatakan jawaban Biden lebih jujur daripada Trump (65 persen Biden, sedangkan 29 persen Trump), dan serangannya terhadap Presiden Trump lebih sering dianggap cukup adil. Secara keseluruhan, 69 persen menyebut serangan Biden terhadap Trump adil sementara hanya 32 persen yang mengatakan serangan Trump adil.

Survei ini dirancang untuk mewakili para pemilih terdaftar yang menonton debat pertama Selasa, dan itu tidak berarti mewakili pandangan semua orang Amerika. Para pemilih yang menonton debat lebih partisan daripada orang Amerika secara keseluruhan, atau 36 persen diidentifikasi sebagai independen atau non-partisan dibandingkan dengan sekitar 40 persen di masyarakat umum. Sedangkan kelompok pengamat debat lebih Demokrat daripada survei tipikal semua dewasa, dengan 39 persen mengidentifikasi sebagai Demokrat dan 25 persen sebagai Republik.

Selain pujian keseluruhan atas penampilannya, pemilih yang menyaksikan debat sebagian besar mengatakan bahwa mereka mempercayai mantan wakil presiden atas Presiden saat ini pada masalah-masalah utama yang tercakup dalam debat, termasuk ketidaksetaraan rasial (66 persen lebih mempercayai Biden, 29 persen Trump), perawatan kesehatan (66 persen Biden, dan 32 persen Trump), wabah virus korona (64 persen Biden, 34 persen Trump) dan nominasi Mahkamah Agung (54 persen Biden, dan 43 persen Trump).

Di bidang ekonomi, pemilih yang menonton debat terpecah, dengan 50 persen mengatakan mereka lebih suka Biden dan 48 persen Trump. Secara keseluruhan, 63 persen yang menyaksikan debat mengatakan Biden memiliki rencana yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah negara (30 persen mengatakan Trump melakukannya), dan bahwa dia tampaknya menjadi pemimpin yang lebih kuat (55 persen Biden, dan 43 persen Trump).

Mayoritas pengamat debat (57 persen) mengatakan bahwa debat pertama ini tidak memengaruhi pilihan mereka untuk memilih siapa pilihan mereka, sementara minoritas yang mengatakan mereka tergerak lebih cenderung mengatakan mereka menjadi lebih cenderung memilih Biden (32 persen) daripada Trump (11 persen). Namun, Biden dipandang lebih baik dalam mengatasi kekhawatiran tentang pencalonannya (59 persen Biden, sedangkan 37 persen pada Trump).

Jajak pendapat pasca-debat CNN dilakukan oleh SSRS melalui telepon dan mencakup wawancara dengan 568 pemilih terdaftar yang menonton debat 29 September. Hasil di antara pengamat debat memiliki margin kesalahan pengambilan sampel plus atau minus 6,3 poin persentase.

Responden awalnya diwawancarai pada tanggal 22 hingga 27 September baik melalui telepon atau daring, dan mengindikasikan bahwa mereka berencana untuk menonton debat dan bersedia untuk diwawancarai kembali setelah debat selesai. Responden yang awalnya dihubungi secara online adalah anggota Panel Opini SSRS, panel berbasis probabilitas yang mewakili nasional.

Seperti dilansir laman Aljazirah, sekitar tiga dari empat pemilih AS (74 persen) berencana untuk menonton debat presiden pertama secara langsung, menurut Jajak Pendapat Universitas Monmouth yang dirilis pekan ini. Sementara, hanya 13 persen mengatakan bahwa mereka sangat atau agak mungkin mendengar sesuatu yang akan mempengaruhi keputusan mereka untuk memilih, sementara 87 persen mengatakan itu tidak mungkin.(rep)

 

 

Berita Lainnya

Index