Penanggulangan Kabut Asap Riau Gunakan TMC "Flare"

Penanggulangan Kabut Asap Riau Gunakan TMC
Penanggulangan bencana kebakaran hutan dan kabut asap Riau mendapatkan masukan untuk menggunakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan sistem "flare" agar titik api padam karena dinilai lebih efisien daripada penaburan garam.

Pekanbaru,  (Riauterbit.com) - Penanggulangan bencana kebakaran hutan dan kabut asap Riau mendapatkan masukan untuk menggunakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan sistem "flare" agar titik api padam karena dinilai lebih efisien daripada penaburan garam.

"Saat rapat di posko berkembang penggunaan teknologi namanya "flare" , yang akan terbakar di atas dan mengikat partikel air hujan, lebih murah dan gampang," kata Anggota Satuan Petugas (Satgas) Penanggulangan Kebakaran dan Kabut asap yang juga Wakil Ketua DPRD Riau, Noviwaldi Jusman di Pekanbaru, Jumat.

Teknologi ini, kata dia, merupakan produk dalam negeri hasil penelitian Badan pengkajian dan penerapan Teknologi (BPPT). Untuk membawa "flare" atau kembang api ini tidak perlu menggunakan pesawat besar, tetapi bias menggunakan helikopter jenis kecil.

"Cara kerjanya, "flare" diterbangkan menggunakan pesawat kecil, kemudian diturunkan di udara. Saat diturunkan pemicunya akan lepas, maka akan terbakar di udara. Di saat terbakar itu, "flare" akan bertebaran dan akan mengikat partikel-partikel awan yang mengandung butir hujan," katanya.

Pihaknya mendukung hal itu dan meminta satuan kerja terkait mendalaminya. Jika bisa, kata dia, akan dialokasikan dana di Anggaran Pendapatan dan Belanja Perubahan 2015.

Berdasarkan catatan Antara, TMC sistem "flare" lebih efektif. Bubuk semai (NaCl dan bahan lainnya) ditempatkan dalam selongsong yang kemudian dibakar dan disemburkan ke atmosfer. Partikel garam yang beterbangan dalam bentuk asap diasumsikan masuk ke dalam awan.

"Dengan penggunaan sistem "flare" memungkinkan untuk dilakukan penyalaan secara otomatis bahkan dengan sistem remote control," kata Kepala UPT Hujan Buatan BPPT, Dr Asep Karsidi di Jakarta.

Namun demikian, lanjut Asep, tidak semua awan bisa dimodifikasi karena hanya awan-awan setinggi 4-5 ribu hingga 15.000, bahkan hingga 20.000 kaki. Awan-awan lokal yang bisa disemai agar lebih cepat turun, bukan awan tinggi (seperti awan stratus dan cirrus) atau awan kiriman seperti awan penyebab banjir Jakarta beberapa tahun lalu. (ant)

Berita Lainnya

Index