Pembangunan Desa Harus Bertumpu pada Budaya Setempat

Pembangunan Desa Harus Bertumpu pada Budaya Setempat

RIAUTERBIT.COM - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menyelenggarakan Kongres Kebudayaan Desa pada Rabu (1/7) melalui webinar. Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar mengatakan, pembangunan desa tidak boleh terlepas dari tumpuan akar budaya desa setempat.

Di masa pandemi Covid-19, seluruh wilayah di dunia termasuk Indonesia harus menghadapi kenormalan baru. Menurut Abdul, masing-masing desa memiliki cara tersendiri untuk menghadapi hal ini. 

"Kita ingin kembali ke budaya asli kita. Inilah yang kita rasakan hari ini. Dan sebagaimana disampaikan, pandemi Covid-19 juga sudah mencapai pada level mendekonstruksi tatanan kebudayaan Indonesia," kata Abdul, dalam telekonferensi, Rabu (1/7) lalu.

Terkait budaya desa di dalam kenormalan baru, ia berharap kongres ini mampu mengidentifikasikan nalar tebal masyarakat desa. Sekaligus sisi ekosistem politik masyarakat desa mampu berpartisipasi dalam pembangunan bangsa dan negara. 

"Saya berharap agar para praktisi bisa menceritakan bagaimana cara desa melalui kebudayaannya menghadapi kenormalan baru hidup di desa," kata dia menambahkan.

Menurut dia, tatanan kehidupan kenormalan baru menjadi langkah strategis dalam mengatasi keterbatasan aktivitas akibat pandemi Covid-19. Penerapan kenormalan baru di desa juga bisa diterapkan dengan saling bertemu secara langsung namun tetap menjaga jarak.

Selain itu, ia menambahkan, saat ini negara sedang berusaha mengatasi permasalahan yang timbul akibat pandemi. Namun, di balik itu, menurut dia desa memiliki cara yang khas dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. 

Ia juga berharap, dalam kongres ini dihasilkan formulasi dan tatanan model kebijakan desa yang adaptif. Kongres ini menjadi titik tolak kebangkitan desa yang memiliki akar budaya. 

Sementara itu, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid yang turut hadir mengatakan, titik tolak dalam mengatasi masalah Covid-19 berada di desa. Sebab, perjalanan masyarakat Indonesia dimulai dari desa.

"Memang betul, dalam perjalanan selanjutnya ketika kita bergiat membangun negeri yang modern, desa kemudian diabaikan, dan seluruh sumber daya kita kerahkan ke sektor modern. Covid-19 ini mengingatkan kita untuk kembali ke desa," kata Hilmar.

Selanjutnya, Hilmar mengatakan, desa juga menyediakan kebutuhan dasar masyarakat secara umum khususnya pangan dan kesehatan. Dua sektor tersebut, menurut Hilmar tidak boleh sepenuhnya diserahkan kepada pasar. 

Covid-19, kata Hilmar membuka kelemahan tatanan masyarakat Indonesia selama ini. Sistem ekonomi hingga sistem kesehatan di Indonesia ternyata masih memiliki kelemahan-kelemahan yang harus segera diatasi.

"Timbul kesadaran baru, kita tidak mungkin kembali ke masa sebelum Covid-19. Kita perlu tatanan yang baru, yang lebih manusiawi, yang ramah pada lingkungan, dan seterusnya," kata dia lagi. / Menurut dia, kata kunci dari tatanan baru di desa adalah keselamatan. Hilmar menegaskan, keselamatan harus menjadi dasar dalam penyusunan tatanan baru yang ada di perdesaan. 

Lebih lanjut, Hilmar mengatakan, semua orang mengalami kebiasaan hidup yang berubah drastis. Pembatasan pertemuan dan menjaga jarak sebelumnya tidak pernah dilakukan secara umum. 

Bahkan, masyarakat Indonesia juga memiliki kosakata baru, seperti physical distancing dan lockdown. Hal ini menunjukkan bahwa respons Indonesia terhadap pandemi masih cenderung datang dari luar. 

"Belum sepenuhnya menjadi sesuatu yang mengakar dalam masyarakat. Padahal kita punya khazanah pengetahuan yang luar biasa," kata dia lagi.(rep)

Berita Lainnya

Index