Temuan KPK Soal Prakerja, Hinca Minta Program Dihentikan

Temuan KPK Soal Prakerja, Hinca Minta Program Dihentikan

RIAUTERBIT.COM - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Hinca Pandjaitan menilai program pelatihan dalam Kartu Prakerja sudah sepatutnya dihentikan. Pernyataan Hinca merujuk pada hasil kajian dan rekomendasi KPK soal program tersebut.

 

"Hentikan program ini agar kerugian yang besar bisa dicegah. Temuan pidananya ditindaklanjuti pula sesuai mekanisme hukum yang berlaku," kata Hinca saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (19/6).

 

Hinca mengapresiasi dan menghargai kerja KPK yang telah merespons permintaan Komisi III agar dilakukan pendalaman dan pemeriksaan yang teliti dan terukur. Hasilnya, ditemukan konflik kepentingan dan berbagai perkara lain. 

 

Kendati demikian, apa yang disampaikan KPK sejauh ini masih berupa kajian yang poin-poinnya bersifat rekomendasi sehingga belum ada tindakan hukum. Saat ditanya apakah KPK perlu mengambil tindakan hukum, Hinca meyakini KPK akan melakukannya bila sudah memiliki fakta hukum.

 

"Saya kira KPK punya mekanisme untuk mendalaminya sesuai mekanisme hukum yang ada, publik menunggu dan mengapresiasinya," kata Eks Sekjen Partai Demokrat itu.

 

Sebelumnya, KPK mengumumkan hasil kajian terhadap program Kartu Prakerja. Ada sejumlah rekomendasi yang salah satunya menyoroti konflik kepentingan platform penyedia pelatihan Prakerja. 

 

KPK meminta pemerintah meminta pendapat hukum atau legal opinion kepada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung RI tentang kerja sama dengan delapan platform digital itu, apakah, kedelapan kerja sama platform itu termasuk dalam cakupan pengadaan barang dan jasa (PBJ) pemerintah. Mereka adalah Tokopedia, Bukalapak, Pijar Mahir, Sekolah.mu, Pintaria, Skill Academy, MauBelajarApa, dan Kementerian Tenaga Kerja.

 

"Terdapat konflik kepentingan pada lima dari delapan platform digital dengan Lembaga Penyedia Pelatihan. Sebanyak 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik Lembaga Penyedia Pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital," ungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, dalam paparannya, Kamis (18/6). 

 

Rekomendasi lainnya terkait penggunaan pengenalan wajah atau face recognition untuk kepentingan pengenalan peserta. Dengan anggaran Rp30,8 miliar, kebutuhan tersebut dinilai tidak efisien. KPK menilai penggunaan NIK dan keanggotaan BP Jamsostek sudah memadai. 

 

Selanjutnya terkait dengan kurasi materi pelatihan. Menurut KPK, kurasi itu tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai, sebab pelatihan yang memenuhi syarat baik materi maupun penyampaian secara daring hanya 13 persen dari 1.895 pelatihan. 

 

KPK juga meminta pelatihan yang sebenarnya sudah ada secara gratis di Internet tak perlu dimasukkan dalam bagian dari Prakerja. Pelaksanaan pelatihan daring juga harus memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif.(rep)

Berita Lainnya

Index