Hukuman Mati Menanti Koruptor Dana Pandemi

Hukuman Mati Menanti Koruptor Dana Pandemi

RIAUTERBIT.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mewanti-wanti sejumlah kerawanan dalam penggunaan anggaran penanganan Covid-19. KPK menyebut, setidaknya ada empat kerawanan dalam penggunaan anggaran yang besarnya mencapai Rp 405 triliun dan Rp 56,57 triliun di daerah.

 

Dalam rapat bersama Komisi III DPR RI pada Rabu (29/4), Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, kerawanan pertama, yakni terkait pengadaan barang dan jasa. Kerawanan ini kerap terjadi dalam setiap implementasi anggaran. “Kolusi dengan penyedia, mark-up harga, kickback, benturan kepentingan dalam pengadaan, kecurangan,” kata Firli, Rabu (29/4).

 

Kerawanan kedua adalah terkait pemberian sumbangan atau donasi. Terdapat kerawanan dalam pencatatan, penerimaan, penyaluran, hingga penyelewengan bantuan. Maka itu, KPK telah mengeluarkan pedoman soal pemberian donasi sehingga tepat dan tidak dianggap sebagai gratifikasi.  

 

Kerawanan ketiga, lanjut Firli, adalah dalam refocussing atau penganggaran untuk Covid-19 melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). KPK bekerja sama dengan pengawas internal di daerah untuk mengawasi alokasi sumber dana dan belanja, hingga pemanfaatan anggaran tersebut.

 

Kerawanan keempat, yakni penyelenggaraan bantuan sosial dan social safety net. KPK mengawasi pendataan, klarifikasi data, hingga distribusi bantuan agar bantuan sosial diterima oleh masyarakat. Dia mengingatkan kepada siapa pun agar tidak main-main dengan anggaran bencana Covid-19. “Kami buat satgas gabungan deputi pencegahan dan penindakan. Kita tahu persis, korupsi yang dilakukan saat bencana pidananya pidana mati,” kata Firli.

 

KPK juga melakukan pengawasan anggaran yang dialokasikan pemda. Dalam penanganan Covid-19 ini, pemda menganggarkan sendiri anggaran yang bukan merupakan anggaran pusat. Setidaknya, terdapat kurang lebih Rp 56,57 triliun anggaran yang dianggarkan daerah di seluruh provinsi. “Tentu, kekuatan KPK tidak menjangkau kabupaten/kota seluruhnya. Tapi, kami berharap bekerja sama dengan minta bantuan polri pengawasan anggaran,” ujar Firli.

 

Prakerja

Mayoritas fraksi di DPR meminta KPK mengusut implementasi program Kartu Prakerja. Beberapa fraksi yang menyuarakan itu, yakni PDIP, Gerindra, PKS, Demokrat, PKS, hingga Nasdem. Perwakilan dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan, mengatakan, mekanisme penunjukan delapan vendor penyedia pelatihan tanpa melalui sistem tender perlu diusut. "Bagaimana bisa terjadi. Bagaimana strategi pengawasannya. Tidak cukup dengan mundur, Pak. Siapa terlibat harus diusut. ‎Kita minta tolong ketua (KPK) mainkan ini," ujar Arteria.

 

Anggota Komisi III dari dari Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal meminta KPK melakukan audit pada Project Management Officer (PMO) Kartu Prakerja dalam pelaksanaan kartu prakerja ini. Ia menilai, indikator kelulusan kartu prakerja bagi masyarakat tidak jelas. “Ini ada ruang gelap. Mereka sudah seenaknya. Sudah di-publish, rakyat sudah mendaftar secara berjibaku susahnya masuk. Ketika menentukan kelulusan, apa indikatornya. Ini kan kejahatan juga, di ruang gelap,” kata Cucun.

 

Anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat Hinca Pandjaitan mengutip pernyataan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) bahwa penyedia prakerja berpotensi meraup anggaran Rp 3,7 triliun dari anggaran sebanyak Rp 5,6 triliun. Sementara, kalkulasi BPK, vendor prakerja berpotensi meraup Rp 1,12 triliun.

 

“Kalau ini segini besar, saya kira KPK harus concern mengawasi ini, ini betul-betul menjadi rawan. KSP mengumumkan delapan (vendor penyedia pelatihan) itu tidak pakai tender. Kan tidak ada kaitannya dengan alat kesehatan, kenapa tanpa tender. Menurut kita, potensinya besar sekali terjadi pelanggaran di situ,” ujar Hinca.

 

Menanggapi tuntutan ini, Firli Bahuri hanya menjawab diplomatis. “Tentang program (Kartu) Prakerja, semua informasi kita terima dan informasi itu kita dalami. Karena kita tidak bisa, sekali lagi kami katakan, kita tidak kerja grasa-grusu, tapi kita bicara tentang fakta, bukti, keterangan,” ujar perwira tinggi aktif Polri tersebut.(rep)

Berita Lainnya

Index