Pemerintah: Mudik Hanya Bisa untuk yang Kehilangan Pekerjaan

Pemerintah: Mudik Hanya Bisa untuk yang Kehilangan Pekerjaan

RIAUTERBIT.COM - Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menyatakan mudik hanya boleh bagi warga yang kehilangan pekerjaan. Sementara bagi ASN, TNI/Polri, pegawai BUMN-BUMD, dan orang-orang yang memiliki pendapatan bulanan dilarang mudik. 

 

"Mudik hanya bisa dilakukan bagi orang yang kehilangan pekerjaan sepenuhnya," ujar Doni dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (16/4/2020).

 

Doni mengatakan, pemerintah telah mengimbau warga agar tak mudik untuk mencegah potensi klaster penyebaran baru covid-19 di kampung halaman.

 

Meski boleh mudik, warga yang kehilangan pekerjaan itu harus menjalani isolasi mandiri dengan mekanisme berbasis RT, RW, hingga desa ketika tiba di kampung halaman. 

 

Usai menjalani isolasi mandiri, pemerintah akan memasok kebutuhan pangan para warga. Doni menuturkan, pemenuhan kebutuhan pangan itu merupakan upaya pemerintah dalam menjawab peringatan dari Organisasi Pangan Dunia (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang memprediksi krisis pangan akibat pandemi Covid-19. 

 

"Setelah melalui fase isolasi mandiri akan dilakukan pemberdayaan program padat karya tunai dan program peningkatan ketahanan pangan di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan," katanya. 

 

Pemerintah sebelumnya telah mengimbau warga agar tak mudik ke kampung halaman demi mencegah penyebaran Covid-19 semakin meluas. Namun dari data akhir Maret lalu, tercatat 14 ribu warga telah mudik dari Jakarta. / Sementara KemenPAN-RB telah mengeluarkan surat edaran yang menyatakan larangan mudik bagi ASN. 

 

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah menyatakan akan mempertimbangkan kemungkinan untuk melarang warga mudik. Hanya saja pihaknya akan melakukan evaluasi terlebih dulu dan menyesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan.

 

Sebelumnya, hasil survei dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat masih cukup banyak warga perantau yang akan melakukan mudik di tengah wabah virus corona (Covid-19). Dari hasil riset bertajuk Survei Persepsi Masyarakat terhadap Mobilitas dan Transportasi itu, sebanyak 43,78 responden memilih untuk tetap mudik, sementara 56,22 persen menyatakan tidak akan mudik. 

 

Riset ini dilakukan LIPI kepada 3.853 responden setelah dilakukan pembersihan data dari 5.173 responden. Survei dilakukan secara daring lewat media sosial pada 28-30 Maret 2020. Pengambilan data dilakukan secara sampel kuota (quota sampling). 

 

Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rusli Cahyadi meminta pemerintah membuat kebijakan dan aturan yang lebih tegas mengenai mudik di tengah pandemi Covid-19. 

 

"Perlu ketegasan dari pemerintah, supaya masyarakat bisa memutuskan lebih jelas lagi mereka mudik apa tidak tahun ini," ungkap Rusli dalam webinar yang diselenggarakan LIPI, Selasa (14/4/2020).

 

Dari survei tersebut, peneliti LIPI memprediksi jumlah orang dalam pemantauan (ODP) yang diperkirakan bakal mudik dari DKI Jakarta ke berbagai daerah diperkirakan sebanyak 1.046.

 

Kepala Bidang Mobilitas dan Sebaran Penduduk Ikatan Praktisi dan Ilmu Demografi Indonesia (IPADI) Chotib Hasan mengatakan, sekitar 3,8 juta jiwa atau sekitar 36 persen penduduk Jakarta akan melakukan mudik lebaran jika tak ada intervensi dari pemerintah. Jika pemerintah mengintervensi masyarakat untuk mudik, peneliti memprediksi jumlah pemudik akan menjadi berkurang, hanya sekitar 735 ribu orang atau sekitar 7 persen dari penduduk ibu kota. Itu pun masih ada 203 ODP yang mudik.

 

Lebih lanjut Chotib menjelaskan, intervensi dari pemerintah bisa berupa pelarangan mudik di daerah asal dan penutupan lokasi di daerah tujuan mudik. Ini pun memerlukan kerja sama antarpemerintah daerah dan dorongan dari pemerintah pusat.

 

Tidak hanya itu, hal yang juga patut diwaspadai menurut Chotib yakni fenomena arus balik pascalebaran. Menurut dia, biasanya, jumlah orang yang kembali ke Jakarta usai mudik lebih besar dari pemudik.(cnn)

Berita Lainnya

Index