Kemuliaan Syuhada Corona

Kemuliaan Syuhada Corona

RIAUTERBIT.COM - Pandemi Covid-19 turut mengoyak rasa kemanusiaan kita. Penolakan jenazah pasien terinfeksi virus korona baru masih terjadi. Tidak terkecuali kepada perawat yang sudah bertugas di garda terdepan untuk melawan virus mematikan itu. Padahal, tenaga kesehatan dan tenaga medis sudah bertaruh nyawa untuk menyelamatkan pasien terpapar korona. 

 

Muslim yang meninggal dunia karena wabah dimuliakan Allah SWT dengan statusnya sebagai syuhada. Di dalam hadis Rasulullah SAW, dia disebut sebagai math’un. Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Syuhada (orang yang mati syahid) ada lima, yaitu: orang yang terkena wabah penyakit tha’un, orang yang terkena penyakit perut, orang yang tenggelam, orang yang tertimpa reruntuhan bangunan, dan yang mati syahid di jalan Allah.” (HR al-Bukhari [2.829], Muslim [1.914], at-Tirmidzi [1.063], Ibnu Majah [2.804], dan Ahmad [2/533]).

 

Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam Syarah Shahih al-Bukhari menjelaskan, kemungkinan penderita penyakit tha’un yang dianggap syahid adalah mereka yang bersabar dan mengharap pahala di sisi Allah SWT. Mereka tetap berada di negeri yang terjangkit penyakit tersebut saat penyakit itu menyerang. Yang demikian itu seperti orang yang bertemu dengan musuh kemudian bersabar menghadapinya. Ia tetap menghadapi musuhnya karena urusan syariat.

 

Mereka yang wafat karena wabah setara dengan orang yang melakukan jihad. Dia diisolasi supaya orang lain tidak tertular dengan virus. Dia dikarantina agar melindung masyarakat. “Karena itu, ketika dia wafat, Allah memberikan dia apresiasi. Dia diberikan pahala syahid akhirat. Nilainya mati syahid. Allah mengangkat orang ini dengan syahid akhirat dan ada yang menolaknya, Anda siapa?” ujar Ustaz Adi Hidayat lewat akun Instagram resmi @adihidayatofficial. 

 

Allah SWT memberi kemuliaan kepada para syuhada. Mereka bahkan masih hidup di sisi Tuhannya. Allah SWT memelihara mereka yang tengah bergembira. "Sekali-kali janganlah engkau mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah adalah orang-orang mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan dianugerahi rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan apa yang telah dikaruniakan Tuhan Pemelihara mereka, dan mereka benar-benar bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS Ali Imran 169-170).

 

Prof Quraish Shihab menafsirkan, pernyataan orang yang telah terbunuh tetapi telah mati dimaksudkan, dari segi jasmani dan tolok ukur duniawi mereka telah mati. Namun, mereka hidup dengan kehidupan yang berbeda dengan hidup yang dikenal saat ini. 

 

Mereka yang gugur di jalan Allah tetap bergerak. Mereka bahkan lebih leluasa dari gerak manusia di bumi ini. Mereka tahu lebih banyak dari apa yang diketahui oleh yang beredar darah dan berdenyut jantungnya. Di alam sana, mereka telah melihat dan mengetahui nomena, bukan fenomena seperti yang diketahui oleh penduduk dunia. "Sungguh mereka hidup. Kehidupan yang tidak dapat dijelaskan hakikatnya karena kehidupan yang mereka alami tidak disadari atau dirasakan oleh selain mereka,"ujar Quraish. 

 

Penutup ayat di atas juga menjelaskan, kegembiraan para syuhada yang gugur itu menyangkut teman-teman sejawat mereka yang akan menyusul. Ini membuktikan, mereka memiliki pengetahuan tentang keadaan teman-teman tersebut. Sekaligus membuktikan bahwa ada kehidupan di alam barzah atau yang dinamai sementara ulama alam kubur. 

 

Mereka yang berstatus syuhada pun memiliki enam keutamaan. Dosanya akan diampuni sejak darahnya tertumpah (mati) diperlihatkan tempat duduknya di surga, dijaga dari siksa kubur, diberi keamanan dari ketakutan yang besar saat dibangkitkan dari kubur, diletakkan di kepalanya mahkota kemuliaan yang satu permata darinya lebih baik dari dunia seisinya, dinikahkan dengan tujuh puluh dua bidadari dan diberi hak untuk memberi syafaat kepada 70 orang keluarganya. (HR at-Tirmidzi: 1663, Ibnu Majah: 2.799 dan Ahmad 4:131).

 

Keutamaan dan pahala mati syahid pada orang yang terkena wabah disadari oleh para sahabat Nabi SAW, seperti Abu Ubaidah dan Mua'dz bin Jabal. Mereka berjuang hingga di akhir hayat untuk menyelamatkan masyarakat dari wabah itu. Abu Ubaidah wafat dalam shalat setelah tertular penyakit tersebut. Sementara itu, Mu'adz yang juga tertular berkata kepada rakyatnya sambil melihat penyakit di tubuhnya sebelum mengembuskan napas terakhir. "Aku tidak mencintai sedikit pun bagianku di dunia ini seperti penyakit ini." Wallahu'alam.(rep)

Berita Lainnya

Index