Dokter Li Wenliang, Virus Corona dan Kebebasan Berpendapat

Dokter Li Wenliang, Virus Corona dan Kebebasan Berpendapat

RIAUTERBIT.COM - Jantung dr. Li Wenliang berhenti berdetak pada Kamis (6/2). Sosoknya kini ramai diperbicangkan di China karena dia meninggal setelah terjangkit virus corona (2019-nCoV). Sejumlah ucapan pujian dan belasungkawa mengalir deras setelah Li tutup usia.

 

Dia dianggap menjadi pahlawan di tengah kepanikan masyarakat China terhadap virus mematikan yang sudah merenggut nyawa 636 orang. Kematian Li diratapi banyak penduduk China.

 

Kabar duka itu juga menyentak dan memicu amarah penduduk terhadap pemerintah China. Tidak banyak yang diketahui dari latar belakang Li. Hanya disebutkan dia tengah menunggu kelahiran anak kedua dari sang istri.

 

Takdir menentukan lain. Li tidak akan pernah bisa melihat sang anak kedua lahir ke dunia. Sejawat Li di Rumah Sakit Pusat Wuhan dilaporkan berusaha mati-matian selama tiga jam untuk menyelamatkan nyawanya saat sekarat.

 

Sementara, menurut para tenaga medis yang berada di saat-saat terakhir Li, mereka diperintahkan oleh pemerintah setempat supaya mempertahankan sang dokter tetap bernapas, agar Li mempunyai waktu untuk menyiapkan pernyataan.

 

Sesaat setelah Li tiada, sejumlah perawat dan rekan-rekannya menyemut di kamarnya di ruang perawatan intensif. Dengan masih mengenakan pakaian pelindung, mereka satu persatu membungkuk memberi penghormatan terakhir bagi sang martir.

 

Pada Desember 2019, Li dilaporkan menangani sejumlah pasien yang memiliki gejala mirip dengan penyakit Sindrom Pernapasan Akut (SARS). Mereka sama-sama berasal dari pasar hewan di pusat kota Wuhan.

 

Dia lantas mengabarkan dan memperingatkan situasi itu kepada sesama rekan sejawatnya melalui aplikasi percakapan. Li resah jika wabah ini tidak ditanggulangi dengan tepat, maka bisa menyebar dengan cepat dan mematikan.

 

Ketika itu virus tersebut belum teridentifikasi. Tak disangka ternyata informasi yang dia berikan malah ditanggapi berbeda. Polisi menjemput Li untuk diinterogasi.

 

 

"Kami meminta kamu tenang saja. Kami memperingatkan jika kamu keras kepala dan tetap mempertahankan pandangan itu dan tidak menyesal, maka kami akan menghukummu," kata polisi saat itu.

 

Setelah jumlah pasien semakin banyak, Li lantas harus siaga menerima derasnya penduduk yang jatuh sakit. Dia juga memeriksakan diri dan ternyata hasilnya positif tertular virus tersebut.

 

Karena kejadian ini, para penduduk banyak mengkritik kebijakan Partai Komunis China dalam hal penyebaran informasi terkait virus corona melalui media sosial.

 

Sesuai prinsip politik yang mereka anut, negara menguasai seluruh alur informasi dan semua pernyataan yang berada di luar jalur protokol, baik dari kelompok atau perorangan, tidak selalu benar. Bahkan hal itu bisa diperkarakan seperti yang dialami Li.

 

Kini ruang perbincangan di aplikasi WeChat dan Weibo ramai membicarakan soal Li. Mereka mempertanyakan sikap pemerintah yang malah seolah membungkam orang yang memberi petunjuk penting tentang sebuah ancaman bagi masyarakat.

 

Sebelum meninggal, Li sempat diwawancara oleh salah satu wartawan kantor berita Caixin. Saat itu dia menyampaikan isi kepalanya tentang sikap pemerintah. "Masyarakat yang sehat tidak boleh hanya punya satu suara," kata Li saat itu. (cnn)

Berita Lainnya

Index