Hukum Pidana Pemilu dan Penegakkannya

Hukum Pidana Pemilu dan Penegakkannya
Alamsah, SH (Mahasiswa Pascasarjana Program Magister Hukum Universitas Islam Riau dan Koordinator Divisi Hukum Panwaslu Kecamatan Siak Hulu, Kampar.

Oleh : Alamsah, SH (Tercatat sebagai Mahasiswa Pascasarjana Program Magister Hukum Universitas Islam Riau, sekaligus Koordinator Divisi Hukum Panitia Pengawas Pemilihan Umum ( Panwaslu ) Kecamatan Siak Hulu, Kampar.


Memasuki masa-masa mendekati penyelenggaraan Pemilu yang persiapannya sudah masuk dan tidak beberapa lama lagi akan digelar, sangat diperlukan sekali masmedia sebagai sarana untuk memberikan pencerahan terhadap masyarakat, berkaitan dengan ketentuan tindak pidana pemilu. Mengingat banyak partai peserta Pemilu dan bermunculannya tim sukses dari masing-masing Caleg dan minimnya pembekalan pengetahuan akan UU Pemilu, penggunaan alat-alat peraga kampanye dan beberapa kegiatan serta cara atau tindakan yang notabene merupakan tindak pidana pemilu, mungkin saja dianggap sebagai tindakan yang biasa. Sebagai contoh adalah tindakan yang dilakukan oleh tim sukses antara peserta pemilu dalam hal pemasangan dan penurunan atribut atau alat peraga kampanye.

Jenis-jenis pelanggaran dan Tindak Pidana Pemilu diatur diluar jelas dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

 
Ketentuan pasal-pasal tersebut termasuk pelanggaran seperti perusakan atau penurunan atribut peserta Pemilu secara paksa oleh pihak yang tidak memiliki kewenangan yang termasuk dalam kategori pelanggaran tindak pidana umum.


Proses Peradilan Tindak Pidana Pemilu memiliki karakteristik yang berbeda dengan proses peradilan Tindak Pidana biasa/umum. Pelanggaran pidana pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan pidana yang terdapat dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 yang penyelesaiannya dilaksanakan melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Oleh karena itu, tidak dibentuk suatu pengadilan khusus atau spesialisasi tapi langsung ditangani oleh Pengadilan Negeri.


Penyidikan terhadap tindak pidana pemilu dilaksanakan oleh Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yaitu terdiri dari Pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Bawaslu sendiri. Dimana sebelum diproses di Sentra Gakkumdu, terlebih dahulu mendapatkan laporan atau dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota. Laporan tentang adanya pelanggaran tindak pidana Pemilu dapat juga disampaikan kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/Kota oleh WNI, Pemantau pemilu atau peserta pemilu paling lambat 3 hari sejak terjadinya peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran tindak pidana Pemilu.


Disini kita bisa melihat bahwa Pihak Kepolisian tidak dapat menindaklanjuti laporan tentang adanya dugaan Pelanggaran Pemilu yang berasal dari orang perorangan, namun harus melalui Bawaslu, Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Labupaten/kota, Panwas Kecamatan, PPL hingga Pengawas TPS. Penyidik kepolisian bersama Kepolisian dan Bawaslu sesuai tingkatannya melakukan proses hukum setelah menerima laporan dari Bawaslu, menyerahkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum.


Jika hasil penyidikan kepolisian terhadap tindak pidana pemilu belum lengkap, maka penuntut umum akan mengembalikan berkas perkara kepada kepolisian untuk dilengkapi tentunya beserta petunjuk mengenai hal-hal apa yang harus dilengkapi oleh pihak kepolisian selaku penyidik. Selanjutnya kemudian kepolisian harus melengkapi berkas sebagaimana diminta oleh Penuntut Umum dan menyerahkannya kembali kepada Penuntut Umum. Penuntut umum kemudian memiliki kewajiban untuk melimpahkan berkas perkara tindak pidana Pemilu ke Pengadilan Negeri untuk diperiksa.


Pengadilan Negeri dalam memeriksa, mengadili serta memutus perkara tindak pidana Pemilu, berpatokan pada Kitab Hukum Acara Pidana, kecuali aturan hukum acara yang diatur secara khusus/spesifik dalam UU No. 7 Tahun 2017. Dalam hal ini khususnya adalah proses beracara yang lebih cepat dibandingkan dengan tindak pidana biasa/umum.


Proses beracara yang lebih cepat tentunya merupakan sesuatu yang dibutuhkan dalam perkara tindak pidana pemilu apalagi jenis tindak pidana pemilu yang mempengaruhi hasil perolehan suara peserta pemilu. Sidang perkara tindak pidana pemilu juga akan dipimpin atau diperiksa oleh hakim-hakim khusus yang pengaturannya diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.


Pengadilan Negeri memeriksa, mengadili serta memutus perkara tindak pidana pemilu paling lama dalam jangka waktu 7 hari sejak berkas perkara dilimpahkan oleh Penuntut Umum. Jika putusan Pengadilan Negeri diajukan Banding, maka Permohonan Banding tersebut wajib diajukan dalam jangka waktu 3 hari setelah Putusan dibacakan.


Pengadilan Negeri melimpahkan berkas Perkara ke Pengadilan TInggi dalam waktu paling lama 3 hari setelah permohonan banding diterima. Perkara tindak pidana pemilu dalam tingkat banding diperiksa, diadili serta diputus dalam jangka waktu 7 hari setelah permohonan banding diterima. Putusan pengadilan tinggi adalah putusan yang terakhir dan bersifat mengikat serta tidak ada upaya hukum lainnya. Artinya, putusan Pengadilan tinggi merupakan putusan yang berkekuatan hukum tetap setelah dibacakan.


Selanjutnya, putusan pengadilan terhadap perkara tindak pidana pemilu yang mempengaruhi hasil perolehan suara peserta pemilu harus sudah diselesaikan 5 hari sebelum KPU menetapkan hasil Pemilu secara Nasional. Putusan Pengadilan dimaksud harus ditindaklanjuti oleh KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota dimana salinan putusannya harus diterima oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota pada hari putusan tersebut dibacakan.


Hal-hal yang diuraikan tersebut diatas adalah ketentuan-ketentuan normative yang harus diketahui oleh peserta pemilu dan calon anggota legislative dan anggota tim suksesnya. Demikian pula penyelenggara Pemilu dalam hal ini adalah KPU dan Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota.

Berita Lainnya

Index