PP Muhammadiyah Tak Yakin Presiden Cabut Kebijakan Sekolah 5 Hari

PP Muhammadiyah Tak Yakin Presiden Cabut Kebijakan Sekolah 5 Hari
Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Haidar Nasir.

RIAUTERBIT.COM - Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Ma'ruf Amin mengabarkan Presiden Joko Widodo membatalkan kebijakan sekolah lima hari. Hal tersebut ia ungkapkan setelah memenuhi panggilan Presiden bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.

Menanggapi itu, Pengurus Pusat Muhammadiyah tidak yakin akan kebenaran kabar pencabutan tersebut. Pasalnya, kebijakan telah dibuat berdasarkan banyak pertimbangan.

"Itu kan informasi dari Pak Ma'ruf Amin, Muhammadiyah belum ikut di dalamnya. Poin pentingnya, masyarakat Indonesia jangan dibikin bingung dengan kebijakan yang diambil dan sudah jadi peraturan menteri hanya karena isu kritik," kata Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Kartasura, Sukoharjo, Senin (19/6/2017).

Haedar menilai kritik tersebut sebenarnya bisa menjadi masukan untuk menjadi muatan peraturan, sehingga kebijakan itu tidak perlu dicabut.

"Kalau kita lihat di Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017, ada tiga pertimbangan dan tujuh dasar hukum. Presiden pun sebenarnya sudah menyetujui kebijakan tersebut dalam rapat kabinet terbatas pada Februari 2017," ujarnya.

Senada dengan Haedar, Ketua Bidang Hukum PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas meyakini bahwa Jokowi justru akan menguatkan Permendikbud tersebut.

"Saya sendiri belum yakin Presiden membatalkan. Mungkin saja justru Presiden akan menyempurnakan peraturan menteri itu menjadi kebijakan yang lebih besar lagi. Yang basisnya nation branding," Busyro menambahkan.

Lebih lanjut PP Muhammadiyah mendukung penuh Mendikbud beserta kebijakannya menerapkan sekolah lima hari. Secara subjektif, dia melihat pengalaman Muhadjir sebagai tokoh pendidikan yang lahir dari dari dunia keguruan.

"Permendikbud ini menerjemahkan bagian dari Nawacita Presiden. Merefleksikan kebutuhan Indonesia ke depan dengan situasi kompetisi yang begitu kompleks, sehingga perlu ada pendekatan yang kuantum, speed up, wujudnya pendidikan karakter atau nation branding," tegasnya.(***)

Berita Lainnya

Index