Hari Praktek Terakhir Bagi Dokter Gigi Gadungan Di Pekanbaru

Hari Praktek Terakhir Bagi Dokter Gigi Gadungan Di Pekanbaru
Roby pelaku dikter gigi palsu tak berkutik saat digerebek polisi di tempat praktiknya, Rabu sore.

RIAUTERBIT.COM- "Dokter gigi" muda itu tampak kebingungan di balik meja kerjanya di salah satu sudut ruangan toko butik. Kebingungannya semakin membuncah saat sejumlah orang yang ternyata bukan pasien menggeledah ruang praktiknya.

Sekilas bagi orang awam tidak akan menyangka ruang kecil berukuran 4 meter persegi dan berada di sudut ruko itu adalah ruang praktik kedokteran. Bagaimana tidak, ruang kecil itu tertutupi gantungan baju-baju yang dipajang.

Memang, ruko kecil bewarna kuning di Jalan Surabaya, Harapan Raya, Pekanbaru itu terpampang jelas tulisan MR Behel Shop (Spesialis Orthodentic). Plang berukuran 3x1 meter itu bahkan lebih besar dibanding nama butik itu sendiri.

Kisah sukses Robi Sugara, pemuda 24 tahun yang mengaku lulusan kedokteran Universitas Sumatera Utara itu pun berakhir. Dengan gugup dia menjawab satu persatu pertanyaan polisi.

Sebelum penggerebekan dan penggeledahan yang dilakukan petugas gabungan pada 22 September 2016, petugas telah melakukan penyamaran sejak beberapa hari sebelumnya.

Petugas yang menyamar sebagai pasien terus menggali informasi dari tersangka. Salah satunya adalah saat dia mengaku sebagai lulusan fakultas kedokteran. Setelah dicek ulang, ternyata perguruan tinggi yang ia klaim tidak pernah mencacat namanya.

"Kita terus gali dan kembangkan informasi sebelum melakukan penggeledahan bersama polisi dan Dinkes Pekanbaru," kata Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Pekanbaru Drg Chairul Sahri.
 
Target Utama

Praktik dokter gigi palsu spesialis orthodontic menjadi target utama PDGI, kata Sahri. Menurut dia, praktik yang dilakukan Robi telah mencoreng nama PDGI, karena dalam plank nama usaha praktiknya, tersangka mencantumkan nama PDGI.

Lebih jauh, praktik tersebut sangat meresahkan karena telah berjalan lebih dari dua tahun. Ratusan pasien telah menjadi korban "dokter" Robi.

Menurut dia, praktik semacam itu bisa berakibat  fatal bagi kesehatan mulut pasiennya. Menurut dia, praktik yang dijalankan Robi membutuhkan kualifikasi sebagai dokter spesialis susunan gigi.

Dibutuhkan pengetahuan mendalam bagaimana cara melakukan perawatan gigi di salah satu cabang ilmu kedokteran gigi itu. Terlebih lagi, Sahri menyangsikan higienitas peralatan praktik yang digunakan tersangka.

"Dari penggerebekan kemarin terlihat sterilisasi peralatan, jauh di bawah standar kita," tegasnya.

Hal itu tentu sangat mengkhawatirkan jika ternyata niat awal untuk sembuh dari sakit namun akibat tindakan Robi-Robi lainnya justru membahayakan kesehatan pasien dan peralatan yang digunakan menjadi alat penularan penyakit.

"Jika itu dilakukan dengan salah, maka bisa berakibat fatal. Bahkan tidak mungkin korban menderita kanker mulut," ujarnya.

Praktik orthodontic yang dijalankan tersangka meliputi pemasangan kawat gigi, pemeliharaan, pembersihan karang gigi, cabut gigi dan lainnya.

Menurut dia, jika benar seorang dokter spesialis orthodontic, memang dibenarkan untuk melakukan tindakan kedokteran umum seperti cabut gigi.

PDGI menyatakan bahwa praktik semacam itu cukup banyak di Pekanbaru. Ia mengatakan perlu kerja sama yang baik antara masyarakat, petugas dan penegak hukum untuk membasmi praktik ilegal seperti yang dilakukan Robi.

Dia mengatakan dengan proses hukum bagi pelaku praktik ilegal  diharapkan dapat memberikan efek jera kepada orang-orang tidak bertanggung jawab lainnya.

Sementara itu, Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru terus menelusuri pasien korban praktik oknum lain yang berkedok ahli orthodontic.

Masyarakat diharapkan tidak ragu untuk melaporkan jika menjadi korban dokter palsu lainnya.

"Sejauh ini kita belum terima laporan secara tertulis. Namun kita akan telusuri dan membuka pengaduan masyarakat bagi pasien yang menjadi korban tersangka dan praktik ilegal lainnya," kata Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru Fira Septiyanti.

Senada dengan PDGI, Dinkes Pekanbaru mensinyalir cukup banyak praktik dokter ilegal sejenis Robi di Kota Bertuah itu.

Namun, kendala yang dihadapi Dinkes Pekanbaru adalah kurangnya sumber daya manusia untuk terus memantau pergerakan mereka.  

Belajar dari Internet

Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Pekanbaru berhasil menyelidiki bagaimana awal Robi bisa menjadi dokter gadungan dan nekat membuka praktik dua tahun lamanya.

Hasilnya, polisi menyatakan bahwa Robi memiliki ilmu kedokteran secara autodidak melalui dunia maya atau internet.

"Tersangka ini belajar sendiri melalui internet. Nonton video bagaimana cara memasang dan merawat gigi terutama kawat gigi melalui media YouTube," kata Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol Toni Hermawan.

Hasil pemeriksaan menyebutkan bahwa tersangka belajar dariinternet selama sebulan sebelum akhirnya berani membuka praktik orthodontic.

Namun, sebelum memutuskan untuk membuka praktik, ternyata ersangka pernah menjadi penjual alat-alat kesehatan gigi secara daring.

"Dari situ awal ketertarikan dia untuk membuka praktik gigi spesialis orthodontic. Kemudian memutuskan belajar dan membuka sendiri," ujarnya.

Dalam menjalankan praktiknya, tersangka terlihat cukup meyakinkan.

Setelan baju dokter putih alat dokter bertuliskan Drg Robi Sugara dengan kemeja dipadu dasi menjadi tipu daya tersangka untuk membohongi pasien.

Selain itu, tersangka juga memiliki alat praktik dokter yang terbilang lengkap.  

Dalam sehari, tersangka bisa menerima 3 pasien. Baik untuk memasang kawat gigi baru, kontrol, maupun membersihkan gigi atau memutihkan gigi.

Tarif yang dipatok pun beragam antara Rp30 ribu hingga Rp7,5 juta, tergantung jenis kebutuhan dan keluhan pasien.

Toni mengatakan, dalam dua tahun terakhir, ratusan pasien telah ditangani tersangka yang merupakan tamatan di salah satu SMA Negeri di Pekanbaru itu.

Robi Sugara kini mendekam dibalik jeruji akibat perbuatan nekatnya itu. Ia dijerat dengan Pasal 77 juncto 73 ayat (1) dan atau Pasal 73 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dengan Rp150 juta.

Ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi dinas kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan  cabang perhimpunan kedokteran spesialis di sejumlah daerah untuk mensosialisasikan bagaimana cara masyarakat mengidentifikasi apakah dokter yang mereka kunjungi adalah dokter asli atau palsu sehingga terhindar dari malapraktrik.

Selain itu perlu ada penjelasan apakah praktek tukang gigi yang mencantumkan kata "spesialis orthodontic" masih diperbolehkan karena dalam kenyataannya masih banyak bertebaran praktik ahli gigi itu yang tidak juga ditertibkan.

Ahli gigi juga menawarkan hampir semua jasa pelayanan seputar gigi seperti pencabutan gigi, pemasangan gigi palsu, penambalan gigi berlubang, sampai perawatan ortodenti (kawat gigi).  Ini harus ada penjelasan dari pihak berwenang apakah mereka boleh melakukan praktik seperti itu, atau memang ada dispensasi bagi mereka karena keahliannya.

Sebenarnya dengan kemajuan teknologi informasi maka sudah selayaknya IDI menyediakan sarana yang memudahkan masyarakat mengecek status dokter yang tengah praktik di lingkungan mereka, apakah benar keprofesiannya dan apakah sudah mendapat izin praktik dokter.

Seperti layanan https://www.konsula.com yang memudahkan masyarakat mencari dokter di Jabotabek, maka laman serupa perlu ada untuk pencarian dokter di daerah lain dengan tambahan bahwa dokter yang tercantum mempunyai izin yang jelas.

Masyarakat dengan ponsel pintar tinggal mengetik nama dokter secara lengkap dalam laman itu, lalu muncul status dokter tersebut.

Kalau tidak tercatat maka patut diduga terjadi praktek dokter palsu dan masyarakat bisa melaporkan ke kepolisian atau dinas kesehatan setempat.

Mudah-mudahan ini menjadi inspirasi bagi dinas kesehatan dan IDI untuk membuat sistem serupa untuk mengajak masyarakat membongkar praktek dokter palsu lain yang bisa jadi masih ada di sejumlah daerah. (riter)


Sumber : Antaranews
 

Berita Lainnya

Index