Advetorial Anggota Komisi D DPRD Riau Lakukan Kunjungan Kerja ke Pemprov Nangroe Aceh Darussalam

Advetorial Anggota Komisi D DPRD Riau Lakukan Kunjungan Kerja ke Pemprov Nangroe Aceh Darussalam
Pimpinan dan Anggota Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau (DPRD-Riau)

RIAUTERBIT.COM – Pimpinan dan Anggota Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau (DPRD-Riau) melakukan kunjungan kerja ke Aceh, Jumat (20/05). Komisi D DPRD Provinsi Riau yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua dr. H. Sunaryo dan Ketua Komisi D, dalam lawatan kunjungan kerjanya ke Pemerintah Provinsi Aceh diterima oleh Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan di ruang Potensi Daerah Kantor Gubernur Aceh.

Pertemuan Komisi D dengan Pemerintah Provinsi Aceh, diawali dengan penyampaian profil Pemerintah Provinsi Aceh dan sekaligus memperkenalkan para Satuan Perangkat Kerja Aceh (SPKA) oleh Asisten II. Diketahui Provinsi Aceh terdiri dari 23 Kabupaten/Kota dan 5 kota dengan jumlah penduduk 5 juta jiwa. Provinsi Aceh memiliki berbagai potensi SDA. Potensi SDA minyak bumi adalah sumber yang paling menonjol disamping pertanian dan lain sebagiannya.

Ketua Komisi D Provinsi Riau, Drs. H. Erizal Muluk mengatakan, kunjungan para eksekutif dan legislative tersebut untuk saling berbagi pengalaman dalam berbagai penanganan di dua provinsi istimewa ini. “Kita ingin berbagi dengan eksekutif dan SKPD tentang pelaksanaan regulasi dan peraturan-peraturan daerah, baik terkait kesehatan, pendidikan, dan juga kebudayaan. Intinya kita ingin berbagi ilmu dan pengalaman,Kita ingin berguru kepada yang pandai, belajar kepada yang pintar.”katanya.

Pertemuan dan diskusi tersebut dipandu oleh Asisten II Setda Aceh, Azhari SE, M.Si. Dalam pertemuan yang berlangsung di kantor Gubernur Aceh tersebut, hadir perwakilan SKPA, Dinas kesehatan, Dinas Pendidikan, Kepala BP3A, BPA, pihak PMPM, Dinas Sosial , Pihak BKKBN Aceh, dan Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Provinsi Aceh.

Azhari menjelaskan, kunjungan kerja dari DPRD Riau tersebut merupakan sebuah kehormatan bagi Pemerintah Aceh. Di samping untuk memperkuat silaturrahmi antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Riau, kunjungan itu bisa mempererat hubungan kedua daerah yang di istimewakan ini.

Dalam kunjungan tersebut, anggota DPRD Riau menanyakan sejumlah pertanyaan, yang di antaranya terkait penanggulangan bencana, kesehatan, KB, keberlangsungan PNPM dan pengelolaan dana desa, serta kewenanganWali Nanggroe. Aceh dianggap sukses dalam beberapa bidang seperti program PNPM dan penanggulangan bencana, pasca tsunami 2004 silam.

Terkait hal itu, dijelaskan bahwa ada program BPG (Bantuan Peumakmu Gampong) yang sejak 2009 dicanangkan di Aceh. Hal itu membuat semua desa di Aceh, yang jumlahnya 6474 desa mendapatkan dana segar Rp. 50 juta. Dari dana itu semua desa mempunyai kegiatan untuk pemajuan desa.

Sementara untuk penanggulangan bencana, Aceh punya qanun yang mengatur hal itu. Pemprov Aceh melalui Badan Penanggulangan Bencana Aceh, menjelaskan, pihaknya sering melakukan stimulasi kebencanaan, untuk mengajar kan antisipasi bencana sejak dini kepada masyarakat.  Pemprov juga membangun banyak jalur evakuasi, escape building dan kita punya beberapa alat pendeteksi tsunami.

Pada penanganan kesehatan, Aceh dianggap sukses dengan program JKRA (Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh) yang dimulai sejak tahun 2008. Pengobatan semua penduduk, oleh Pemerintah Aceh dijamin, alias gratis. Aceh juga menyediakan pesawat darurat – bekerja sama dengan perusahaan penerbangan – untuk menangani pasien daerah terpencil.

Kepala Bidang Pelayanan Dinas Kesehatan Aceh, Evi Safrida MKes mengatakan, pelayanan kesehatan di Aceh sudah dianggap istimewa dan tidak ada di provinsi lain di Indonesia.

Hal itu dikatakan Evi dalam acara Edukasi Publik Sistem Jaminan Sosial (BPJS) dengan para jurnalis di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh, Jumat (29/4/2016).

Evi Safrida mengatakan, terkait pelayanan kesehatan yang dianggarkan oleh Pemerintah Aceh, rata-rata pelayanannya bagus. Jika dilihat dari segi pembiayaan, justru lebih besar biaya pelayanan daripada biaya premi yang harus dibayar.

"Karena pelayanan, khususnya di Aceh memang sangat istimewa karena di Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang melayani pelayanan transportasi perjalanan udara jika ada masyarakat atau pasien yang harus dirujuk ke rumah sakit luar provinsi," katanya.

Selain itu, dari sisi pelayanan, pemerintah selain menanggung biaya perjalanan udara untuk pasien, juga menanggung seorang dokter pendamping. Semua biaya perjalanan transportasi udara itu ditanggung pulang pergi jika pasien tersebut memang harus dirujuk ke rumah sakit luar provinsi.

"Satu lagi yang istimewa bagi warga Aceh, pasien yang meninggal di rumah sakit, biaya pemulangan jenazahnya
ditanggung oleh pemerintah hingga ke rumah duka," katanya.

Pemulangan jenazah itu pun, bukan hanya transoprtasi darat saja, tapi juga transoprtasi udara akan ditanggung jika ada warga Aceh meninggal di rumah sakit luar provinsi.

"Jadi pemerintah akan menanggung biaya pemulangan jenazah sampai ke rumah duka, bukan hanya sampai di Blang Bintang saja," paparnya.

Ketua Komisi D DPRD Riau, Erizal muluk menyebutkan, pihaknya merasa puas dengan agenda kunjungan tersebut. “Kami sangat memberi apresiasi. Ini sangat bagus. Selama kunjungan kerja kedaerah, ini salah satu yang kita nilai sangat bagus,” ujarnya.

Hal Senada Wakil Ketua dr. H. Sunaryo mengatakan banyak sekali informasi yang diperoleh dan bermanfaat atas penjelasan yang disampaikan oleh Asisiten II dan SKPA Pemerintah Provinsi Aceh, terutama mengenai pembangunan infrastruktur, perencanaan pembangunan dan juga masalah dana bantuan ke Kabupaten/Kota yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Aceh.

"Yang paling menarik oleh rombongan Komisis D atas penjelasan Asisten II Setda Pemerintah Provinsi Aceh, adalah capaian serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) pada setiap tahunnya, diatas 96%" kata sunaryo.

Capaian serapan APBA tersebut, salah satunya disebabkan adanya Rapat Evaluasi yang setiap saat dipimpin langsung oleh Gubernur, Perencanaan dengan menggunakan sistem E-Planning yang terbaik ke-5 Nasional serta adanya Badan Adhoc Pengendali Kegiatan di Bappeda dan penerapan sistem pengadaan barang jasa yang ketat oleh ULP dan LPSE terhadapa para SKPA. (Adv/hms/dprd/riau)

Berita Lainnya

Index